Saturday, August 29, 2015

Saturday night....

I tried to sleep, and yes as predicted, my eyes wont easily gave up to shut, so i grab my tablet and sitting here in the balcony and enjoying the hype of Jakarta's air at night, i lit one cogarette and suck the smoke rightaway to my lungs, and let its poison toxified my body in silence..
Uh oh, i forgot that at this hour, Jakarta is far by mean of silent, i still can hear the sound of Dangdut music playing, some people are having some kind of party i assumed, and a also can hear train, cars and planes come back and forth...
My eyes swiping the scene, i love those scene of buildings and lamps at this height, i wish i could captured the biew but i left my DSLR at home and it is impossible to capture the scene just using my phone's camera.
I'll continue to enjoy the night then.... have a peace dear Me....

Tuesday, August 18, 2015

Wtf

And im drunk, period..... The most pathetic point this year for sure... Uh oh, im crying and drunk and pathetic and writing this shit.... Uh oh i want to puke while crying. Abd give my self another shot and crying again till i fall asleep and hoping that tomorrow will be just fine.... Uh oh im smoking and cryong and drunk and another shot of vodka will make me crying more, but what the fuck eh!!!

Thursday, July 16, 2015

Catatan Lebaran 2015

Sudah jam 4 pagi, dan saya masih belum mengantuk juga, gema takbir masih menggema di desa kecil ini, ah sudahlah, daripada saya kembali mencoba memejMkan mata dan berusaha tidur lagi, saya pun beranjak dari kasur yang digelar di ruang TV ini dan membuka pintu depan dan duduk di teras sendirian menikmati dinginnya pagi ini.

Hari ini Hari raya Idul fitri, seperti biasa kami sekeluarga pergi ke Rumah nenek di pelosok Majalengka untuk merayakan lebaran disini.

Sedikit mengenang masa lalu, lebaran terindah sepertinya tidak jatuh di lebaran tahun ini, melainkan di lebaran beberapa tahun kebelakang, mungkin di tahun 90an, ketika itu saya masih bocah, keluarga kami pun tidak semakmur sekarang, bahkan kita tidak mempunyai mobil, sehingga untuk berlebaran ke rumah nenek, kita sekeluarga rame rame menumpang Angkot kepunyaan almarhum Om(may he rest in peace). Biasanya kita sampai di malam takbiran, rumah nenek yang biasanya sepi pun menjadi ramai, ah iya, biasanya saya tidak ikut rombongan angkot di malam takbiran itu karena saya biasanya sudah lebih dulu sampai disini 1-2 minggu sebelumnya untuk menghabiskan libur sekolah disini.

Saat itu saya masih lugu dan tidak tahu menahu mengenai konflik keluarga besar kami yang tajamnya melampaui cerita cerita sinetron indonesia, sehingga saya sangat menikmati lebaran di rumah nenek, bersenda gurau dengan uwa dan bibi, dengan para sepupu, sangat menyenangkan berkumpul dengan keluarga besar.

Biasanya kami melewatkan malam takbiran dengan kebersamaan yang indah, untuk saya dan para sepupu biasanya keliling kampung untuk menonton keramaian Malam takbiran dan jajan penganan khas kampung sedangkan para ibu ibu biasanya sibuk memasak di dapur sambil berceloteh ramai dan para bapak bapak berkumpul sambil bermain catur dan gaple semalaman.

Tahun berganti, ada yang hilang dan berganti, Kakek sudah hampir 20tahun meninggalkan kami, disusul oleh beberapa anggota keluarga dekat kami di tahun tahun selanjutnya.

Saya jadi teringat di satu waktu di lebaran, saya dan sepupu bermain semalaman sampai ketiduran di ruang TV rumah Uwa sulung, ketika kami bangun sudah berada dengan nyaman diatas tempat tidur yang empuk dan bukan di ruang TV lagi, rupanya kami dipindahkan ketika lelap tertidur oleh menantu Uwa Sulung, Om Kadi yang baik ke kamar, malangnya lebaran kali ini beliau sudah tidak bersama kami lagi, Om Kadi meninggal saat bertugas dalam kecelakaan lalu lintas yang tragis 3 tahun ke belakang, istirahat yang tenang ya Om :)

Ketika keluarga kami kembali berkumpul saya selalu tersentak dengan kenyataan bahwa waktu memang merubah banyak hal di keluarga kami, ada om yang dulu terlihat baik ternyata malah berlaku sebaliknya, ada sepupu yang dulu dibanggakan orang tuanya sekarang hidupnya tidak jelas dan menjadi benalu, ada om yang dulunya seakan bermasa depan cerah dengan kuliahnya yang jauh sampai ke luar negeri kini malah tinggal dirumah dan depresi, banyak sekali yang berubah :(

Dan klasik, masalah warisan menjadi konflik yang tidak berkesudahan, kekeluargaan yang dulu manis pun kini serasa agak hambar dengan sengketa sengketa yang menyakitkan.

Tahun demi tahun bergulir, lebaran kali ini rumah nenek tidak seramai tahun tahun sebelumnya, dari 11 anak nenek, yang malam ini hadir di rumah ini hanya 3, entah dimana sisanya, tak tega saya melihat wajah getir nenek dengan sepinya rumah ini.

Dan saya? Sebenarnya agak segan melewatkan lebaran dengan keluarga, saya sebenarnya lebih ingin melewatkannya di Jakarta saja, tapi ada hal yang secara default menarik saya kembali kesini, saya masih diingatkan dan didekatkan dengan keluarga saya yang masih hidup, dan kenangan berharga lebaran indah itu terlalu berharga untuk dilupakan begitu saja

Sunday, May 31, 2015

who want to die young anyway?

Yeah here i am again, just finished watching ‘The Fault in Our stars’, actually i watched it with a low expectation pressumed, and the movie is somehow great enough to made my rest of weekend so blue,not that the story was so sad, not at all, well yeah, I have this phobia of I_dont_wanna_die_young_especially_by_cancers... well actually i dont want to die, if i could I just want to stay 25, like for ever and ever... oh uh wait, I’m 29, yeah crap happened eh?


but if....

If i should die... i hope my dying day will be on a bright sunny day, up hill, below the biggest trees on that hill,
i hope my dying time will be so quick, so i can feel pain at my ease

and yes, i dont wanna die alone, i wish i'll be the one who die first before my loved ones, 

But then again, i should take a bath... i stink.... lol

Saturday, May 2, 2015

Yeah I'm hollow, but trying not being a shallow one...

Yeah, it'a a long weekend and i feel so terribly awful, it is funny though when i feel this miserably lonely and needy yet my silly dignity and pride keep shouting at me to be a strong person, an independent one ya....

But deep down inside, some silly of weaker person of me also crawling and whining the pain of being deserted... And yeah lonely

But yeah, somehow i manage my silly thoughts and somehow still able to put my widest grinning smile to the world, i proud of you dear  wounded me, just keep moving yassh

Wednesday, April 22, 2015

well....

Am sitting on my desk, while all of my colleagues(on different divisions) working so hard and in a rush, and here I am, nothing to do exactly, I try to digging up my docs to find something that I might can work on, but nothing that I can find…


Well, so many things to do actually, but my current condition required me to just wait for some tools that in progress to finish by another divs, suck eh….

Tuesday, April 21, 2015

Pelesir ke Candi Prambanan dan Ratu Boko

Kita pun melanjutkan perjalanan setelah perut kami kenyang dan puas selepas makan siang di Bale Raos,masih dengan motor Honda Beat sewaan, kami pun memacu motor itu menuju kea rah tujuan selanjutnya yaitu Candi Prambanan, Komplek Candi Prambanan terletak sekitar 16 Km dari pusat kota Yogyakarta, namun memang relativitas ‘jauh’ nya orang Jakarta dengan orang sini berbeda, jika di Jakarta jarak segitu bisa ditempuh dengan waktu yang tak terhingga karena macetnya Jakarta, tapi disini, jarak 16Km bisa kami tempuh dengan jarak kurang dari setengah jam, sedikit ngebut sih saya.
Sesampainya di komplek Prambanan, kami membeli tiket paket Candi Prambanan + Ratu Boko seharga Rp. 70.000, dengan tiket tersebut kami mendapatkan shuttle bus ke komplek Candri Ratu Boko yang jaraknya sekitar 4Km dari Candi Prambanan.

Komplek Candi Ratu Boko terletak di puncak bukit yang panas(kebetulan sampai sana sedang panas dan kami kelelahan), disana kita bisa melihat reruntuhan candinya, yang tinggal tersisa semacam gapura nya, tips saya, kalau mau kesini, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi di sore hari yang cerah, sehingga berkesempatan melihat sunset. Karena konon katanya sunsetnya cukup epic disini, namun karena saat itu kita kesininya menggunakan shuttle bus, sehingga tidak memungkinkan untuk memburu sunset nya karena shuttle bus terakhir yang tersedia hanya sampai jam 4 sore.
Setelah puas mengelilingi Ratu Boko, kami pun kembali ke komplek Prambanan, menggunakan shuttle bus yang sama.
Terakhir kali saya ke prambanan itu adalah sewaktu sayakelas 4 SD, keadaannya sedikit berbeda dengan yang saya ingat dulu, sekarang kompleknya lebih terawatt dan lebih tertib, namun hamparan batu batu candi yang belum terpasang masih banyak sekali, sepertinya masih banyak PR unuk team pemugar Prambanan untuk bisa merakit hamparan batu batu itu ke posisi semula.


Sebelum pulang dan mengakhiri pelesiran kita hari itu, kita menyempatkan untuk naik mobil terbuka yang mengeilingi komplek Prambanan, memang kita sudah lelah dan malas untuk berjalan jauh, next time kalau kesini lagi harus cukup tidur dan jangan jadi nekad traveler kayak kita yang semalamnya malah gak tidur dan guling guling gak jelas, jadinya gak heran tenaga kita mulai menipis saat kesini, jadinya tidak serratus persen fit deh

Sunday, April 12, 2015

Tetangga Itu bagaikan Keluarga (di Desa Saya)

Saya dibesarkan di suatu desa terpencil di pelosok Kuningan, Jawa Barat, dimana hubungan antar tetangga sebegitu eratnya sehinggasudah dianggap bagaikan bagian dari keluarga, setiap kali menjelang hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Qurban, ibu saya selalu membuat penganan dan makanan kecil dengan porsi yang luar biasa banyaknya, yang bisa mengenyangkan setidaknya dua puluh orang, tentu saja bukan untuk dimakan sendiri oleh keluar ga kecil kami yang hanya berjumlah 5 orang, tetapi untuk dibagi bagikan juga kepada para tetangga yang lain, sekedar untuk berbagi kebahagiaan di hari raya.
Dan di akhir hari raya, kuantitas makanan di rumah kami bukannya berkurang, tetapi malah sering kali bertambah banyak jumlah dan macamnya, meskipun sudah dibagi bagikan ke tetangga tetangga, karena setiap kali ‘mengirim’ makanan, kami hampir selalu mendapatkan kembali makanan dengan jenis lain dari para tetangga.
Dulu saya sering ditugaskan Ibu saya untuk berkirim-kirim makanan, dengan membawa beberapa rantang(biasanya satu rantang untuk satu tetangga). Ketika menyerahkan rantang berisi makanan tersebut sang tetangga acap kali tidak langsung mengembalikan rantang tersebut dengan kosong tapi mengisi balik dengan makanan dari rumah mereka, bahkan malah diberikan lebih banyak dengan kantung tambahan, umpamanya kami mengirimkan rengginang se toples, pulang pulang bawa pisang setandan
Rasanya memiliki tetangga bagaikan keluarga serasa lebih aman, setiap masalah seringkali dengan mudah diselesaikan lebih mudah dengan bantuan tetangga, ketika ada kenduri akan lebih semarak, dan ketika ada tetangga yang dirundung duka, kita semua ikut merasakan duka tersebut dan berebutan meringankan dukanya, ketika kakek kami meninggal, kami para keluarga yang berduka seolah terima jadi, dan tidak terlalu direpotkan dengan tetek bengek seremoni pemakaman, karena para tetangga yang membantu.
Waktu berlalu, saya pun harus pergi ke kota besar untuk mengejar impian impian saya, Jakarta yang saya pilih, saya memilih kontrakan kecil untuk berteduh dari hujan dan panas di sebuah gang sempit di pelosok kota Jakarta.
Tidak terasa hampir 5 tahun saya berada disini, saya merasa lebih kuat dan mandiri, karena disini memang harus kuat, hanya ada teman dekat yang mungkin bisa membantu jika saya tertimpa kemalangan dan duka, bukan tetangga….
Kontrakan tersebut bukannya tanpa tetangga, ada beberapa puluh orang yang menghuni kontrakan tersebut, hampir semuanya sama seperti saya, pekerja yang hanya menempati kontrakan untuk tidur, beristirahat dan berteduh, tidak untuk bersosialisasi, saya sendiri seringkali teramat sangat penat untuk sekedar bertegur sapa dengan tetangga tetangga. Bahkan saya tidak kenal siapa yang menempati kontrakan sebelah, yang Cuma dibatasi sebuah dinding beton.
Kadang saya merindukan, saat saat senja hari di desa, ketika lampu lampi teras sudah mulai dinyalakan mengantar mentari senja kembali ke ufuk barat, perasaan hangat saat melangkahkan kaki saat jalan jalan sore, saat saat bertegur sapa dengan akrab dengan handai taulan dan tetangga yang berpapasan dijalan.
Saat saat saya berada ditengah keluarga….. bukan sekedar tetangga

(As Published at Kompasiana, Februari 2014)

Suka Duka Bekerja di Industri Retail

Sewaktu saya lulus kuliah, dimulailah petualangan saya mencari pekerjaan untuk menyambung hidup dan melepaskan diri dari status beban orang tua, saya yang waktu itu masih blank akan dunia kerja menyebarkan sebanyak mungkin CV dan ikut Jobfair sesering mungkin, dari banyak interview dan panggilan kerja, sebuah perusahaan retail ternama di Indonesia adalah yang pertama menerima saya sebagai MT untuk proyeksi sebagai Store Asisten Manager Operational.
Hampir 2 tahun saya berkecimpung di industri retail tersebut, berkutat dengan operasional toko dan manajerial, saya tidak akan menyebutkan industri retail sangat tidak menyenangkan(sama sekali tidak), namun saya ingin berbagi suka dukanya bekerja di toko dan industri retail, barangkali disini ada yang hendak memasuki dunia tersebut, karena industri retail sangat banyak membutuhkan tenaga kerja.
Sukanya…
1. Kesempatan belajar banyak, saya yang waktu itu memang masih blank tentang dunia kerja serta merta dihadapkan dengan tantangan yang cukup berat, belajar cepat atau tersingkirkan, awalnya memang berat, keluhan keluhan setiap hari hampir selalu mewarnai pikir saya, tapi lambat laun semuanya mulai terasa mudah, etos kerja keras terbentuk, disiplin dan detail pun terasah.
2. Bertemu dengan sangat banyak orang, sebagai Asmen(asisten meneger, harusnya asman ya hehehe) saya setiap hari berhadapan dengan customer, bawahan,manajemen dengan berbagai latar belakang, saya dituntut untuk bisa berbaur, mempelajari bagaimana tingkah polah mereka agar bisa mendapatkan value yang menguntungkan, tentu saja saya tidak bisa menyamakan perilaku saya saat berhadapan dengan customer dan atasan kan.
3. Sering dapat diskon, memang tidak ada diskon khusus untuk karyawan, tetapi dengan bekerja di toko, saya sering kali lebih peka terhadap diskon, apalagi kalau diskon 50% ke atas hehehe(padahal barangnya tidak terlalu dibutuhkan)
Dukanya…
1. Untuk yang bekerja di operasional toko, liburnya enggak tentu, sangaaaat jarang libur sabtu minggu, bahkan jika ada rekan kerja yang cuti bisa bisa banyak libur yang terpending, saya sendiri pernah 15hari bekerja tanpa libur, dan 1bulan penuh menjadi lelaki malam, kebagian shift malam terus menerus.
2. Melelahkan, relatif sih, tapi dibandingkan pekerja kantoran, bekerja di retail lebih membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra, apalagi jika menjelang musim seasonal seperti natal dan lebaran, lembur itu hal jamak pada saat saat tersebut, saya pernah lho kerja 24 jam nonstop.
3. (terkadang) kurang diapresiasi, dengan load kerja berat, tekanan yang tinggi dan waktu kerja yang elastis, untuk pekerja dengan entry level pasti akan merasakan gaji dan benefit yang diterima kurang sepadan dengan yang sudah dikeluarkan, tapi ya seiiring dengan prestasi dan masa kerja, benefit yang diterima pasti akan meningkat.
Terlepas dari semuanya itu, hal hal diatas Cuma berdasarkan pendapat saya dari apa yang pernah saya alami selama bekerja, jika merasa cocok dan sesuai dengan jiwanya, industri retail itu menyenangkan kok.

Thursday, April 9, 2015

Mengelilingi Area Keraton & Taman Sari & Bale Raos

Matahari sudah naik ketika kita keluar dariCabin Hostel untuk menlanjutkan itinerary di hari ini, rencananya hari ini kita akan mengunjungi kembali keratin kemudian dilanjut ke Prambanan dan situs Ratu Boko. Dengan mengendarai Motor Vario, sewaan seharga Rp.70.000/hari, kami pun menjelajahi Yogyakarta hari itu.

Tujuan pertama kami adalah Keraton Yogya, sebenarnya 2 hari sebelumnya, saya sudah kemari, tapi karena teman travel saya mau kemari lagi dan saya ingin menjelajahi lebih dalam lagi area keratin, maka saya pun kesini lagi.
 Untuk spot keraton masih sama seperti sbelumnya, Cuma saya tidak seburu buru kemarin dan masih bisa mengambil lebih banyak foto di spot yang berbeda, kemudian setelah dari keraton,saya melanjutkan dengan menggunakan Becak untuk mengunjungi spot spot sekitar keraton, cukup dengan Rp.10.000 ongkosnya, dibandingkan dengan Jakarta, ongkos becak Rp.10.000 itu rasanya bikin saya nggak tega, apalagi bapak becak nya ramah sekali,di Jakarta mana dapat ongkos becak Rp.10.000.
Spot pertama dari Tour De Betjak nya adalah ke Musium Kereta, di museum ini bisa dilihat berbagai macam kereta kencana kesultanan, dengan desain yang mengagumkan detailnya, mulai dari keretanya, tipe kuda dan seragam kusirnya juga ada disini, hawa mistisnya terasa sekali, karena konon kereta kereta ini selain memiliki kegunaan sebagai sarana transportasi, tapi ada unsur kejimatannya juga.

Spot selanjutnya adalah daerah pengrajin kaus dan batik, kata si bapak becaknya jika kita hendak membeli di daerah sini, kerajinannya relative jauh lebih murah, namun saying kita memang belum ada niatan untuk belanja, jadi kita Cuma lewat lewat saja spot ini
Spot terakhir adalah pusat pengrajin lukisan batik, semacam galleri yang memajang lukisan lukisan namun dikreasikan dari motif batik, cukup unik dan sepertinya mahal.

Sehabis dari Tour De Betjak seharga Rp,10.000 (Kita kasih tip kok, karena kita ndak setega itu ngasih Rp.10.000 saja untuk becaknya), kita kembali menaiki motor untuk ke spot lainnya yaitu Taman Sari, situs ini dulunya adalah tempat pemandian para puteri, ditengahnya ada kolam(yang airnya habis), arsitekturnya menarik sebenarnya, namun ketika kami kesana ramai sekali, banyak anak anak muda yang foto foto dan nongkrong, jadinya kita mau menikmati keindahannya agak terganggu, gerak aja susah saking ramenya, dan panas, jika hendak kemari jangan pakai baju tebal semacam mantel ala ala The Matrix ya, cukup baju tipis yang nyaman, karena udaranya yang panas.
Waktu sudah menunjukkan tengah hari ketika selesai mengunjungi Taman Sari, sudah saatnya makan siang, dan dari rekomendasi seorang kawan, kami pun mencari satu Restoran bernama ‘Bale Raos’, dengan bermodalkan GPS akhirnya kami menemukannya, ternyata restorannya masuk ke area Keraton, sehingga di gerbangnya saya  harus mematikan mesin motor dan menenteng(?) motornya ke parkiran,

Ketika masuk, saya sampai terkagum kagum, rasanya seperti bangsawan Jawa, pelayanannya ramah, dan makanannya juga luar biasa, tempatnya juga OK, tidak heran karena Bale Raos ini adalah catering resmi kesultanan, sehingga menu menu yang kami makan memang meu yang sama dan dimasak juga untuk para bangsawan keraton.
Rekomendasi saya, cobalah Traditional Rice Set, selain porsinya banyak(lapar dan gembul), rasanya juga ok, terdiri dari satu set nasi putih dengan ayam bumbu, tempe bacem dan sayur bersantan tetapi bukan soto, untuk harganya yaaa standar restoran, ndak terlalu murah, tapi ndak mahal juga, rasanya lebih ok dari pada harganya hehehhe


Tuesday, April 7, 2015

Borobudur, dan kembali ke Yogya

Perjalanan dari Phuntuk sethumbu yang saya kira akan lebih ringan ternyata tidak menjadi kenyataan, mungkin saya agak kelelahan pasca mendaki, sehingga naffas saya masih payah saat dipaksa untuk mengayuh pedal sepeda kembali ke hotel, namun pemandangan yang menakjubkan sepajang perjalanan seakan menjadi penangkal kelelahan saya. Persawahan yang hijau, lembutnya kabut pagi yang menyapu wajah saya seakan menghaau keringat di tiap helaan kaki saya mengayuh sepeda ini.
Dan saya sempat beberapa kali berhenti untuk mngambil beberapa foto dan sekedar mengambil sedikit nafas yang lagi lagi hampir putus.



Sekitar jam  pagi akhirnya saya sudah kembali bisa menghempaskan tubuh di ranjang empuk hotel Lotus ini, dan setelah istirahat saya menikmati sarapan sambal menikmati pemandangan hamparan sawah yang hijau, hidup ini memang indah ya….
Saatnya saya Check out dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jogja, Eric dari Lotus berbaik hati mengantarkan saya ke terminal Borobudur, thanks loh Ric, tahu saja kalo saya lagi teller setelah hiking ke Punthuk Setumbhu sepagian.
Dengan menggunakan bus yang sama saya pun kembali ke Yogya, di bis saya berkealan lagi dengan orang baru, seorang ibu muda yang ‘kabur’ dari rutinitasnya di Jakarta untuk refreshing di Jakarta, dan perjalanan sejam pun berasa sebentar dengan obrolan seru kami sepanjang perjalanan.
Karena sedang ada Perayaan di sekitaran Malioboro, maka saya tidak bisa berhenti langsung di Malioboro melainkan harus erhenti dekat area tugu Jogja, maka saya pun turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke hostel saya selanjutnya yang terletak di jalan Gandekan Malioboro.
Beruntungnya saya, ketika sampai ke Malioboro sedang dimulai pawai kirab kesenian yang masuk dalam rangkaian acara ‘Yogya Istimewa’, beragam kelompk kesenia berpawai mempertontonkan kebisaan mereka, mulai dari grup Reog Ponorogo sampai teater SMA yang unik, setelah sejam saya melihat pawai ini, saya pun melanjutkan perjalanan ke Cabin Hostel yang ada di daerah malioboro juga.
Cabin Hostel terletak di dekat daerah Malioboro, hostel yang memang dikhususkan untuk para traveler budget seperti saya ini, tidak terlal mahal, hanya 200 ribu/malamsudah mendapatkan kamar untuk 2 orang plus breakfast, namun jangan berharap kamarnya besar, kamarnya kecil bener, senggol senggolan rasanya.

Disini saya bertemu dengan travel partner pertama saya, orang asing yang sebelumnya hanya saya kenal via socmed dan chat, agak kaget juga ia melihat kamar hostelnya yang sekecil ini, tapi ya sudahlah, yang penting bisa ditiduri dan nyaman kan.

Friday, March 6, 2015

On the way to Punthuk Setumbhu

Baiklah.... istirahat dulu... saya kelelahan, sudah hampir Phuntuk Setumbhu dan  tinggal 200 meter lagi tetapi jalurnya nanjak sekaleee...

dengan ditemani sebuah sepeda pinjaman dari hotel tempat saya menginap, saya mengarungi jalur Borobudur - Phuntuk Setumbhu, yang kata Eric (Lotus Hotel) jaraknya dekat, dan saya lihat melalui google maps ternyata jaraknya 7 km lebih, dengan pertimbangan biaya yang akan bengkak jika menggunakan Tour atau sewa Ojek, maka saya memutuskan untuk sewa sepeda saja, lagipula akan lebih mudah jika akan singgah singgah kalau menemukan tempat yang menarik.

Jalannya ooh jalannya, melintasi pedesaan sepi sambil dengan kadang hanya diterangi terang bulan karena lampu jalan yang terbatas dan membaca ayat qursi... -_-,sempat gentar sih tapi diterobos saja deh

Akhirnya setelah perjalanan yang sangat melelahkan, sampai saya harus berhenti beberapa kali di tengah jalan untuk mengambil nafas yang hampir habis, sampai juga saya di puncak Punthuk Setumbhu, nampaknya cuma saya yang kesini sendirian, yang lainnya kesini ramai ramai atau rombongan.

Ketika sampai ke parkiran sepeda, kirain penderitaan saya berakhir, ternyafa beluuummm, saya masih harus mendaki lagi ke atas sekitar 500 meter, nafas saya habis lagi dan harus terhenti lagi ditengah tabjakan sepi untuk kembali mengambil nafas.

Baiklah sesampainya disini, karena masih gelap, mari beristirahat dulu.

Aku kangen kasur :(

Day 5 part 2... Borobudur - Magelang

Lotus 2 GuestHouse
Pahit banget rasanya jika sudah menulis panjang panjang, eh kemudian terhapus begitu saja, sakitnya tuh dimana mana rasanya, baiklah mulai dari awal lagi deh...
Sepertinya saya mulai suka menulis lagi, dulu ketika ada moment ok, saya cenderung menuliskannya saat moment itu sudah selesai, jadinya kadang malah jadi tertunda tunda dan kemalasan pun menyerang sehingga moment tersebut tidak sempat saya rekam dalam tulisan, maka untuk moment kali ini saya harus menuliskannya cepat cepat, daripada saya malas nantinya dan banyak moment berharga yang terlupakan, typo typo sedikit bisa dimaafkan, tokh untuk edit lebih jauhnya bisa dilakukan nanti melalui pc.
Melanjutkan tulisan sebelumnya, setelah puas saya berkeliling keraton, akhirnya saya langsung menuju terminal Bis Jombor untuk melanjutkan perjalanan ke Borobudur, untuk ke Jombor tidak susah, saya menggunakan moda trans Jogja no 2B langsung ke Jombor dan disambung dengan bis ke Borobudur, ongkosnya Rp. 20.000, perjalanannya cuma sekitar 1jam, supirnya memang agak ngebut sehingga lebih cepat.
Sesampainya di Terminal Borobudur, saya diantar dengan becak motor ke penginapan saya sekarang Lotus 2 Guesthouse, cukup Rp. 10.000 ongkosnya.
Lotus 2 Guesthouse rate permalamnya Rp.200.000 sudah mendapatkan kamar ber AC, kamar mandi dalam dengan air hangat dan breakfast, sebenarnya cuaca disini tidak terlalu panas juga sehingga tanpa AC pun masih adem.
Setelah beristirahat sejenak, sekitar jam 3 sore saya berangkat ke candi Borobudur, karena jarak nya dekat jadi saya cukup berjalan kaki kesananya, setelah membayat tiket masuk sebesar Rp.30.000 saya bisa menikmati keindahan Borobudur sepuasnya. Sayang pada saat itu hujan sehingga saya kurang leluasa untuk berkeliling Borobudur, tapi hujan malah menambah keindahan Borobudur, suasananya semakin syahdu (wew)
Untuk mengisi perut, saya mampir ke warung soto yang ada di depan areal Borobudur, karena sepertinya jika makan di dalam kompleks Borobudurbpasti harganya akan lebih mahal, di tempat makan saya semangkuk Nasi Soto lengkap dengan kerupuk dan Teh manis hangat cuma Rp.16.000, 


Rasanya lebih gurih daripada soto yang saya makan di Jakarta, lebih enak tentunya.
Hal yang menarik di hari ini adalah saya bertemu beberapa turis asing dan sempat ngobrol banyak dengan mereka, dengan modal bahasa inggris saya yang cekak ini bisa mendapatkan banyak hal yang menarik dari mereka.
Turis pertama adalah dengan seorang ibu yang ramah dari El Salvador, beliau adalah nenek dari 6 orang cucu, dia bercerita dengan bahasa inggris yang sama cekak nya dengan saya mengenai keluarganya, makanan khas El Salvador dan kemacetan di sana yang ternyata tidak lebih baik dari pada di Jakarta.
Kemudian saya ngobrol juga dengan turis dari Republik Ceko, dia bercerita bagaimana serunya pekerjaan dia yang banting setir dari seorang manager menjadi pakar bangunan tinggi di Praha.
Lalu barusan saya ngobrol juga dengan Eric dari Lotus 2  mengenai pengalaman dia travelling sampai flores dan pulai Togian, menarik sekali mendengarkan cerita mereka.
Banyak hal yang baru dan menarik terjadi hari ini.
Saya harus tidur cepat sekarang, jam 3 harus bangun dan mengejar Sunrise di Phuntuk Setumbhu, semoga cuacanya OK...

Thursday, March 5, 2015

Day 5, Yogyakarta

Di salah satu sudut Keraton Yogyakarta

Kereta Taksaka Malam yang saya tumpangi akhirnya mengantarkan saya ke Yogyakarta, tepat jam 5 subuh saya sampai di Stasiun Tugu, selama perjalanan saya sukses terlelap dan ketika bangun petugas KA sudah mengambil selimut dari kursi saya, pertanda tujuan saya di Yogyakarta sudah dekat. Obat flu dan batuk yang saya minum (plus Antimo) membuat saya langsung mendengkur tidak lama setelah saya menghempaskan tubuh di kursi KA eksekutif yabg empuk ini, bahkan saya membawa bantal sendiri karena cidera leher saya yang takutnya kambuh karena kelamaan duduk di kereta (ya, bantal penyangga leher bermotif norak ini berhasil membuat leher saya tidak sakit lagi, yay!!)

Sesampainya di stasiun, pengaruh obatnya tidak serta merta hilang dan saya masih kembali tertidur di meja area makan, walaupun tidak senyenyak di kereta.

Setelah puas memperhatikan riuh nya stasiun di pagi hari dan menghilangkan kantuk ala kadarnya, saya pun beranjak keluar dari stasiun untuk mencari pengganjal perut yang sebenarnya tidak terlalu lapar ini.

Keluar dari area stasiun saya menyusuri jalanan Malioborobyang senggang di pagi hari, dan memilih salah satu penjual nasi gudek pinggir jalan, rasanya jauh lebih enak dari gudek yang saya makan di jakarta, lebih gurih dan manis ditemani setusuk sate udang dan teh manis panas. Harganya sih agak mahal ya, Rp. 27.000 untuk semua itu, padahal saya berpikir jika harganya akan lebih murah karena Yogya yang terkenal oleh harga harganya yang murah.

Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Keraton, dan ternyata perjalanan nya cukup jauh ditambah dengan carier saya yang berat ini. Sebelum keraton saya mampir terlebih dahulu ke Benteng Vredeburg, benteng yang dulunya digunakan Markas Besar TNI sebelum menjadi museum, museumnya terrawat dengan baik dan diorama nya juga menarik, ada satu wahana yang mengsimulasikan keadaan serangan 11 maret, lengkap dengan patung tentara dan efekbsuara peperangan yang mengagetkan, simulasinya agak mengerikan sih, saya sempat mundur beberapa langkah dan terkaget kaget karena patungnya terlihat begitu nyata.

Sambil ngadem saya pun beristirahat di salah satu ruangan diorama yang ber AC dan iseng googling mengenai sejarah benteng ini, dan ternyata benteng ini adalah salah satubspot paling angker yang ada di Yogyakarta, ada penampakan barisan tentara tanpa kepala dan noni belanda.... (salah googling), untungnya saya kesana di pagi hari yang terang benderang sehingga suasananya tidak angker dan saya bisa dengan leluasa mengitari benteng ini tanpa harus takut ditampakkan mankluk mahkluk itu.

Oh iya, di pos satpamnya boleh menitipkan barang sehingga saya tak usah memanggul carrier saya yang berat ini.

Perjalanan pun dilanjutkan ke Keraton, masih lumayan jauh lagi jika berjalan kaki sehingga siap siap lah pegal kakinya.

Akhirnya saya pun menginjakkan kaki di Keraton Yogyakarta, tempat leluhur saya mungkin hehehe, saya sepertinya ada trah Mataram dari pihak ibu, keratonnya panas dan banyak debu dimana mana, biaya masuknya untuk turis lokal adalah Rp.5000 plus izin kamera Rp.2000, murah sekalee.

Kaki sudah cenat cenut rasanya ketika mengelilingi keraton ini, ada beberapa ruangan yang menceritakan fasilitas keraton, trah Raja raja dan tempat menarik lainnya, ada guide juga yang bisa menjelaskan lebih detail mengenai sejarah keraton ini.

Dan saya pun masih terduduk disini, semoga tidak kram hahaha

Day 4, Cirebon

Stasiun Cirebon, 8.44PM
Akhirnya liburan selama 3 malam di rumah orang tua di Kuningan berakhir, libutan 3 malam itu hanya diisi dengan beristirahat dan bertemu dengan beberapa teman lama, rasanya berat badan saya naik beberapa kilo selama di kuningan.
Dan disinilah saya sekarang, duduk di ruang tunggu Stasiun Cirebon menunggu kereta yang akan membawa saya ke Yogyakarta, masih sekitar 3 jam lagi sepertinya.
Hampir semua tiket kereta dan pesawat sudah ditangan dan semua hostel sudah ter book, beberapa sudah saya konfirmasi ulang, sekedar memastikan nama saya ada di guest list mereka, daripada saya langsung datang tapi ternyata karena satu dan lain hal nama saya tidak tertera di daftar tamunya, kan bisa kacau saya, pontang panting cari hostel lagi kan ndak lucu pastinya.
Tapi tetap saja rasanya sedikit gentar dengan perjalanan ini, ini adalah kali pertama saya solo travelling, persiapannya rasanya sangat banyak dan saya adalah orang yang tidak terlalu teliti dan detail sehingga kadang takut ada yang tertinggal. Kadang terbersit pula kejadian kejadian buruk yang mungkin bisa terjadi disana, misalnya kecurian atau dijahatin orang(amit amit), tapi ya seperti apa kata kawan saya, dinikmati saja lah ya....
Orang tua saya juga sempat khawatir dengan rencana perjalanan ini, berulang kali mereka bertanya tentang disana bagai mana, naik apa disana, disana sama siapa dan lain lain, tapi saya tegaskan jika saya sudah mau umur 30 lho, sudah sewajarnya berani dengan perjalanan ini.
Masih 2 jam an lagi tho...
Yang paling saya rindukan dari Jakarta itu adalah jaringan internetnya, di Jakarta jauuhh lebih ngebut jaringannya ketimbang di kuningan, padahal rumah ortu itu ada di pusat kota tapi tetap saja internetnya serasa lambat, beranjak ke kamar mandi dari ruang tamu saja bisa langsung masuk blank spot, jadi teringat dulu sekitar awal awal tahun 2000, bapak saya beli HP, masih mahal waktu itu, tapi ketika dinyalakan di rumah, sinyalnya tidak muncul, jadilah dia membeli lagi antena khusus HP yang dipasang diluar setinggi antena UHF TV kami dulu. Dan kabelnya disambungkan dengan antena external HP itu, dan baru muncul deh sinyalnya, itu pun masih 1 atau 2 bar.
Kemudian akhirnya HP bapakku itu dilungsurkan lah ke saya, dan pada saat SPMB kubawa HP nya ke Bandung dan terkesimalah saya yang biasa melihat sinyal GSM 1 atau 2 bar, di bandung sinyalnya full 5 bar. Tapi itu kan 11 tahun yang lalu, ah sudah makin tua aja saya...

Sunday, March 1, 2015

Day 2, Bandung - Kuningan

Seperti yang sudah di duga, saking nyenyaknya kita bangunnya siang, sekitar jam 8 kita baru turun untuk breakfast, menu di hotel ini tidak terlalu banyak, hanya ada roti rotian, nasi goreng, sosis, bubur buburan dan omelette, dan berhubung saya memang terlahir oportunis(baca : lemah jika disodori gratisan) maka saya coba semuanya, makanannya ok, yang paling enak ya suasananya, sayanganya saya tidak ambil foto restorannya, kursi dan interiornya sangat unik dan menarik dan membuat saya betah berlama lama disini.

Saatnya checkout dari Hotel 101 ini, jika ada kesempatan lagi, tidak keberatan banget jika hatus menginap disini lagi, apalagi jika kamarnya lebih kedap suara dari luar pasti ok.

Ya, fix saya memang manja dan boros, daripada naik angkot ke terminal Cicaheum, saya malah naik Taksi Gemah Ripah. Argonya juga lumayan ngebut padahal mobilnya agak merayap dengan kemacetan Bandung, argonya cukup Rp.30.000 saja, backpacker yang ogoan sekali saya hahaha

Pas sekali, saat saya sampai terminal Caheum langsung naik Damri Bandung - Kuningan yang langsung berangkat tanpa ngetem lagi, Damri nya Ok juga, sudah dilengkapi colokan listrik dan free wifi dan toilet, ah senangnya.

Tadinya sih berniat menggunakan kereta Bandung - Cirebon untuk rute ke Kuningan tetapi sayangnya tiketnya keburu habis maka pilihan damri pun diambil, ndak terlalu buruk sih, Damri juga ok, cuma rasanya lamaaaa, jika dengan kereta mungkin hanya 2jam sampai Cirebon, jika dengan Damri saya duduk manis sampai 5jam lebih.

Enaknya menggunakan Damri, rutenya melewati Jatinangor, tempat saya kuliah dulu, sudah sangat berubah ya sekarang, Unwim sudah berganti rupa menjadi ITB yang megah, dan Unpad menjadi semajin berwarna warni, ah Jatinangor, saya rindu sekali sama kamu, di lain waktu saya akan mampir deh ya, janji...

Dampak dari musim hujan terasa sekali, sepanjang mendung dan hujan rintik rintik, jalanan sumedang-cirebon juga kurang mulus, banyak lobang dimana mana, bus Damri mesti ekstra hati hati dan gak bisa ngebut jadinya, tapi pemandangan yang hijau sepanjang jalan cukup membuat mata saya adem, hamparan padi juga sudah mulai menguning tanda musim panen akan segera tiba.

Saya baru sampai ke Kuningan selepas Magrib dan disambut dengan mati lampu, tadi tak jadi masalah banget sih, beda dengan Jakarta, Kuningan jauhblebih dingin, apalagi di musim hujan, tak butuh AC, kalau di Jakarta mati lampu, mendingan saya ngemall aja sekaligus ngadem.

Hai Kuningan....

Friday, February 27, 2015

Perjalanan Hari 1, Bandung...

Hari sabtu ini adalah hari pertama saya menjalani hari hari sebagai pengangguran sementara, jumat kemarin secara resmi mengundurkan diri dari kantor yang sudah setahun lebih menggaji saya.

Sedari semalam saya sudah disibukkan dengan packing yang ternyata ribet, yang membuatnya lama malah mencari ini itu yang tiba tiba hilang, salahnya ya memang saya orangnya tidak telaten dan berantakan, jadinya banyak barang yang lupa dimana ditaruhnya, tapi untungnya saya sudah membuat list barang bawaan sehingga tidak begitu susah packingnya.

Barang bawaan saya ternyata tidak terlalu banyak, dari carier yang saya pinjam dari teman kantor hanya terisi tiga perempatnya, ditambah sebuah tas selempang kecil tempat menyimpan barang barang seperti gadget dan barang kecil seperti kunci dan tongsis, tongsis itu pebting sekali bung!!

Selepas tengah malam akhirnya proses packing memacking nya selesai, ketika saya coba angkat carierbyang bahkan  tak sampai penuh itu ternyata berat ya, bisa bisa membuat kejetit urat punggung jika kelamaan menggendong sang carier ini,

Well, baiklah perjalanan segera dimulai...

Keesokan harinya, setelah dipaksa bangun pagi dengan menenggak segelas kopi susu (emmm tepatnya susu kopi, karena susunya lebih banyak daripada kopinya), tepat jam 9 pagi saya sudah berdiri di pinggir jalan dengan teman seperjalanan ronde 1 ini untuk menyetoo angkit dari palmerah  - Slipi untuk disambung Busway ke PGC dan kemudian menaikki Prima Jasa ke Bandung.

Perjalanan dengan angkot dari Palmerah ke Slipi cukup lancar, hanya tersendat sedikit di daerah Pasar Palmerah dan selebihnya lancar. Tidak sampai 15menit kami pun sampai di halte Busway Slipi untuk melanjutkan perjalanan PGC, tapi di Halte Busway kita menunggu sampai hampir 30 menit sampai Buswaynya sampai, lumayan membuat pegal kaki saat menunggunya. Saat menunggu ini, salut saya dengan teman saya ini yang hampir setiap hari menempuh perjalanan menggunakan angkot, kopaja dan Busway, terbayang perjuangannya dan begitu sabarnya dia dengan keruwetan transportasi umum di Jakarta ini, dibandingkan saya yang tinggal hanya beberapa jengkal dari kantor dan itu juga kebanyakan naik Motor, jarang sekali menggunakan moda transportadi masal itu, saya lebih mending naik taksi jika harus tanpa motor saya, manja ya, padahal jaman kuliah dulu, mana ada motor, kemana mana ya harus naik angkot atau bus, mana mampu pakai taksi, kehidupan saya belakangan semakin membaik dan semakin manja juga sih.

Singkat cerita perjalanan dengan Busway dan Bus Primajasa (ongkosnya Rp.75.000, itu juga dibayarin, lumayan, jadi enak...) cukup lancar tanpa ada hambatan selain leher saya yang sakit kambuh lagi, jam 13.00 akhirnya saya menginjakkan kaki di tanah Bandung, turun di sekitaran leuwi panjang dan melanjutkan dengan 3x naik angkot lagi untuk menuju Penginapan di daerah Dago.

Saya sih sebenarnya enggak terlalu hapal daerah Bandung, padahal kalau ditanya dimana saya Kuliah, saya selalu bilang kuliah di Bandung, padahal mah, kan di Jatinangor, kota kecil yang nota bene masuk wilayah Sumedang, cuma ya biar kedengaran keren saja makanya saya bilang kuliahnya di Bandung.
Angkot di Bandung tidak kalah semrawutnya dengan di Jakarta, serasa raja jalanan, angkot yang kami tumpangi dengan beraninya nyalip kanan kiri dan sukses membuat beberapa pengemudi mobil kanan kirinya jengkel, bahkan saya ikutan jengkel, dengan pertimbangan daripada kami tewas dijalan, maka di daerah riau kami pun turun dari angkot yang supirnyamungkin jebolan stuntman Fast & Furious ini.

Karena perut saya sudah tak bisa kompromi dan kata dia 'Lo rese kalo lapar', maka daripada semakin rese dan saya berubah menjadi Toro Margens, kita pun mampir sebentar di BIP, mengisi perut di Foodcourtnya. BIP masih sama dengan dulu, tak ada yang berkesan sih, di Jakarta saya sudah dicekokin bermacam macam Mall, sehingga BIP yaaaa gitu gitu aja.

Agenda awal ke Bandung tadinya adalah untuk menjelajah kota Bandung seperti ke Taman Juanda Dago atau ke Tebing Keraton, tapi minggu kemarin di kantor rasanya agak melelahkan sehingga agendanya diganti untuk makan dan istirahat, apalagi hotelnya dibayarin, mau tidur saja rasanya sampai besok.

Hotel tempat kita menginap adalah di Hotel 101 Dago, posisinya ada di sebrang kampus Unpad Dago4, tempat saya mengambil beberapa mata kuliah dulu, tempatnya baru, hanya terdiri dari 5 lantai namun desain nya oke banget, sederhana, santai dan casual, pas untuk yang mau santai, selain itu posisinya strategis, ditengah jalan Dago, kemana mana dekat, cuma kamarnya kurang kedap suara dan agak bising karena sepanjang hari Hotelnya memutar musik terkini yang bisa terdengar sayup sayup sampai kedalam kamar, yang butuh ketenangan dan kesunyian sepertinya agak kurang cocok dengan hotel ini.

Malamnya, setelah beristirahat sedikit kita mengisi perut di Gampoeng Aceh, menu utamanya ya sudah pasti mie goreng dan kuah aceh, terletak tidak jauh dari Hotel 101 jadi kita tinggal jalan kaki kesananya, tadinya kita sempat ada rencana untuk makan di Ceu Mar, surabi Enhaii dan lain lain, tapi saat melihat jalan raya Dago malam itu yang oadat merayap dipenuhi oleh mobil plat B, rasanya segan jika harus ngangkot ngangkit lagi, jadinya pilihan kita yang dekat dekat saja.

Saya memesan Roti cane keju dan Mie goreng Aceh, rasanya lumayan, Mie nya agak overcook sih, teman saya memesan Nasi gorengnya, rasanya yaaa... selayaknya nasi goreng, agak kurang nendang sih, harganya agak nendang dink, masing masing Rp. 30ribuan untuk seporsi Mie Goreng. Sedangkan suasananya remang remang, cederung kurang lampu.

Dan petualangan saya di bandung di hari itu pun ditutup dengan tidur nyenyak di kasur empuk hotel 101, (jangan tanya rate permalamnua berapa, saga juga dibayarin)

Monday, February 23, 2015

Ah mungkin saya sedikit lelah...

Bertempat di teras kost saya yang sepi dan ditemani beberapa batang rokok, saya kembali membuka cerita...

Sudah sangat lama saya tidak mencoba membubuhkan sekata pun di blog ini, dan baiklah, saya kembali menginstall Blogger apps di Hp saya, dan mulai menulis kembali.

Baiklah, mulai dari mana ya?
Ya, belakangan ini saya menjadi perokok, hal yang dulu saya nistakan kinibmulai menjadi candu di hari hari saya, kenapa saya merokok? Entahlah, betul memang jika kata orang merokok mengurangi rasa lapar saya yang seringkali muncul tanpa permisi, padahal baru beberapa detik sebelumnya saya makan banyak, dengan merokok seolah rasa lapar itu sedikit terhalaukan.

Tapi sebenarnya, jika saya bertanya lebih dalam, sepertinya betul jika rokok menjadi semacam pemberontakkan saya akan aturan mana yang boleh dan mana yang tak boleh, saya seakan muak dengan semua aturan, saya ingin memberontak dan lari dari semua ini, setiap hela asap yang saya hembuskan seakan menjadi cibiran sinis untuk semua itu.

Lalu, apakah saya bangga? Tidak... tidak sama sekali

Apakah saya menikmatinya? Iya...