I tried to sleep, and yes as predicted, my eyes wont easily gave up to shut, so i grab my tablet and sitting here in the balcony and enjoying the hype of Jakarta's air at night, i lit one cogarette and suck the smoke rightaway to my lungs, and let its poison toxified my body in silence..
Uh oh, i forgot that at this hour, Jakarta is far by mean of silent, i still can hear the sound of Dangdut music playing, some people are having some kind of party i assumed, and a also can hear train, cars and planes come back and forth...
My eyes swiping the scene, i love those scene of buildings and lamps at this height, i wish i could captured the biew but i left my DSLR at home and it is impossible to capture the scene just using my phone's camera.
I'll continue to enjoy the night then.... have a peace dear Me....
Saturday, August 29, 2015
Saturday night....
Tuesday, August 18, 2015
Wtf
Thursday, July 16, 2015
Catatan Lebaran 2015
Sunday, May 31, 2015
who want to die young anyway?
Saturday, May 2, 2015
Yeah I'm hollow, but trying not being a shallow one...
Wednesday, April 22, 2015
well....
Tuesday, April 21, 2015
Pelesir ke Candi Prambanan dan Ratu Boko
Sunday, April 12, 2015
Tetangga Itu bagaikan Keluarga (di Desa Saya)
Suka Duka Bekerja di Industri Retail
Thursday, April 9, 2015
Mengelilingi Area Keraton & Taman Sari & Bale Raos
Tuesday, April 7, 2015
Borobudur, dan kembali ke Yogya
Friday, March 6, 2015
On the way to Punthuk Setumbhu
Day 5 part 2... Borobudur - Magelang
Thursday, March 5, 2015
Day 5, Yogyakarta
Di salah satu sudut Keraton Yogyakarta
Kereta Taksaka Malam yang saya tumpangi akhirnya mengantarkan saya ke Yogyakarta, tepat jam 5 subuh saya sampai di Stasiun Tugu, selama perjalanan saya sukses terlelap dan ketika bangun petugas KA sudah mengambil selimut dari kursi saya, pertanda tujuan saya di Yogyakarta sudah dekat. Obat flu dan batuk yang saya minum (plus Antimo) membuat saya langsung mendengkur tidak lama setelah saya menghempaskan tubuh di kursi KA eksekutif yabg empuk ini, bahkan saya membawa bantal sendiri karena cidera leher saya yang takutnya kambuh karena kelamaan duduk di kereta (ya, bantal penyangga leher bermotif norak ini berhasil membuat leher saya tidak sakit lagi, yay!!)
Sesampainya di stasiun, pengaruh obatnya tidak serta merta hilang dan saya masih kembali tertidur di meja area makan, walaupun tidak senyenyak di kereta.
Setelah puas memperhatikan riuh nya stasiun di pagi hari dan menghilangkan kantuk ala kadarnya, saya pun beranjak keluar dari stasiun untuk mencari pengganjal perut yang sebenarnya tidak terlalu lapar ini.
Keluar dari area stasiun saya menyusuri jalanan Malioborobyang senggang di pagi hari, dan memilih salah satu penjual nasi gudek pinggir jalan, rasanya jauh lebih enak dari gudek yang saya makan di jakarta, lebih gurih dan manis ditemani setusuk sate udang dan teh manis panas. Harganya sih agak mahal ya, Rp. 27.000 untuk semua itu, padahal saya berpikir jika harganya akan lebih murah karena Yogya yang terkenal oleh harga harganya yang murah.
Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Keraton, dan ternyata perjalanan nya cukup jauh ditambah dengan carier saya yang berat ini. Sebelum keraton saya mampir terlebih dahulu ke Benteng Vredeburg, benteng yang dulunya digunakan Markas Besar TNI sebelum menjadi museum, museumnya terrawat dengan baik dan diorama nya juga menarik, ada satu wahana yang mengsimulasikan keadaan serangan 11 maret, lengkap dengan patung tentara dan efekbsuara peperangan yang mengagetkan, simulasinya agak mengerikan sih, saya sempat mundur beberapa langkah dan terkaget kaget karena patungnya terlihat begitu nyata.
Sambil ngadem saya pun beristirahat di salah satu ruangan diorama yang ber AC dan iseng googling mengenai sejarah benteng ini, dan ternyata benteng ini adalah salah satubspot paling angker yang ada di Yogyakarta, ada penampakan barisan tentara tanpa kepala dan noni belanda.... (salah googling), untungnya saya kesana di pagi hari yang terang benderang sehingga suasananya tidak angker dan saya bisa dengan leluasa mengitari benteng ini tanpa harus takut ditampakkan mankluk mahkluk itu.
Oh iya, di pos satpamnya boleh menitipkan barang sehingga saya tak usah memanggul carrier saya yang berat ini.
Perjalanan pun dilanjutkan ke Keraton, masih lumayan jauh lagi jika berjalan kaki sehingga siap siap lah pegal kakinya.
Akhirnya saya pun menginjakkan kaki di Keraton Yogyakarta, tempat leluhur saya mungkin hehehe, saya sepertinya ada trah Mataram dari pihak ibu, keratonnya panas dan banyak debu dimana mana, biaya masuknya untuk turis lokal adalah Rp.5000 plus izin kamera Rp.2000, murah sekalee.
Kaki sudah cenat cenut rasanya ketika mengelilingi keraton ini, ada beberapa ruangan yang menceritakan fasilitas keraton, trah Raja raja dan tempat menarik lainnya, ada guide juga yang bisa menjelaskan lebih detail mengenai sejarah keraton ini.
Dan saya pun masih terduduk disini, semoga tidak kram hahaha
Day 4, Cirebon
Sunday, March 1, 2015
Day 2, Bandung - Kuningan
Seperti yang sudah di duga, saking nyenyaknya kita bangunnya siang, sekitar jam 8 kita baru turun untuk breakfast, menu di hotel ini tidak terlalu banyak, hanya ada roti rotian, nasi goreng, sosis, bubur buburan dan omelette, dan berhubung saya memang terlahir oportunis(baca : lemah jika disodori gratisan) maka saya coba semuanya, makanannya ok, yang paling enak ya suasananya, sayanganya saya tidak ambil foto restorannya, kursi dan interiornya sangat unik dan menarik dan membuat saya betah berlama lama disini.
Saatnya checkout dari Hotel 101 ini, jika ada kesempatan lagi, tidak keberatan banget jika hatus menginap disini lagi, apalagi jika kamarnya lebih kedap suara dari luar pasti ok.
Ya, fix saya memang manja dan boros, daripada naik angkot ke terminal Cicaheum, saya malah naik Taksi Gemah Ripah. Argonya juga lumayan ngebut padahal mobilnya agak merayap dengan kemacetan Bandung, argonya cukup Rp.30.000 saja, backpacker yang ogoan sekali saya hahaha
Pas sekali, saat saya sampai terminal Caheum langsung naik Damri Bandung - Kuningan yang langsung berangkat tanpa ngetem lagi, Damri nya Ok juga, sudah dilengkapi colokan listrik dan free wifi dan toilet, ah senangnya.
Tadinya sih berniat menggunakan kereta Bandung - Cirebon untuk rute ke Kuningan tetapi sayangnya tiketnya keburu habis maka pilihan damri pun diambil, ndak terlalu buruk sih, Damri juga ok, cuma rasanya lamaaaa, jika dengan kereta mungkin hanya 2jam sampai Cirebon, jika dengan Damri saya duduk manis sampai 5jam lebih.
Enaknya menggunakan Damri, rutenya melewati Jatinangor, tempat saya kuliah dulu, sudah sangat berubah ya sekarang, Unwim sudah berganti rupa menjadi ITB yang megah, dan Unpad menjadi semajin berwarna warni, ah Jatinangor, saya rindu sekali sama kamu, di lain waktu saya akan mampir deh ya, janji...
Dampak dari musim hujan terasa sekali, sepanjang mendung dan hujan rintik rintik, jalanan sumedang-cirebon juga kurang mulus, banyak lobang dimana mana, bus Damri mesti ekstra hati hati dan gak bisa ngebut jadinya, tapi pemandangan yang hijau sepanjang jalan cukup membuat mata saya adem, hamparan padi juga sudah mulai menguning tanda musim panen akan segera tiba.
Saya baru sampai ke Kuningan selepas Magrib dan disambut dengan mati lampu, tadi tak jadi masalah banget sih, beda dengan Jakarta, Kuningan jauhblebih dingin, apalagi di musim hujan, tak butuh AC, kalau di Jakarta mati lampu, mendingan saya ngemall aja sekaligus ngadem.
Hai Kuningan....
Friday, February 27, 2015
Perjalanan Hari 1, Bandung...
Hari sabtu ini adalah hari pertama saya menjalani hari hari sebagai pengangguran sementara, jumat kemarin secara resmi mengundurkan diri dari kantor yang sudah setahun lebih menggaji saya.
Sedari semalam saya sudah disibukkan dengan packing yang ternyata ribet, yang membuatnya lama malah mencari ini itu yang tiba tiba hilang, salahnya ya memang saya orangnya tidak telaten dan berantakan, jadinya banyak barang yang lupa dimana ditaruhnya, tapi untungnya saya sudah membuat list barang bawaan sehingga tidak begitu susah packingnya.
Barang bawaan saya ternyata tidak terlalu banyak, dari carier yang saya pinjam dari teman kantor hanya terisi tiga perempatnya, ditambah sebuah tas selempang kecil tempat menyimpan barang barang seperti gadget dan barang kecil seperti kunci dan tongsis, tongsis itu pebting sekali bung!!
Selepas tengah malam akhirnya proses packing memacking nya selesai, ketika saya coba angkat carierbyang bahkan tak sampai penuh itu ternyata berat ya, bisa bisa membuat kejetit urat punggung jika kelamaan menggendong sang carier ini,
Well, baiklah perjalanan segera dimulai...
Keesokan harinya, setelah dipaksa bangun pagi dengan menenggak segelas kopi susu (emmm tepatnya susu kopi, karena susunya lebih banyak daripada kopinya), tepat jam 9 pagi saya sudah berdiri di pinggir jalan dengan teman seperjalanan ronde 1 ini untuk menyetoo angkit dari palmerah - Slipi untuk disambung Busway ke PGC dan kemudian menaikki Prima Jasa ke Bandung.
Perjalanan dengan angkot dari Palmerah ke Slipi cukup lancar, hanya tersendat sedikit di daerah Pasar Palmerah dan selebihnya lancar. Tidak sampai 15menit kami pun sampai di halte Busway Slipi untuk melanjutkan perjalanan PGC, tapi di Halte Busway kita menunggu sampai hampir 30 menit sampai Buswaynya sampai, lumayan membuat pegal kaki saat menunggunya. Saat menunggu ini, salut saya dengan teman saya ini yang hampir setiap hari menempuh perjalanan menggunakan angkot, kopaja dan Busway, terbayang perjuangannya dan begitu sabarnya dia dengan keruwetan transportasi umum di Jakarta ini, dibandingkan saya yang tinggal hanya beberapa jengkal dari kantor dan itu juga kebanyakan naik Motor, jarang sekali menggunakan moda transportadi masal itu, saya lebih mending naik taksi jika harus tanpa motor saya, manja ya, padahal jaman kuliah dulu, mana ada motor, kemana mana ya harus naik angkot atau bus, mana mampu pakai taksi, kehidupan saya belakangan semakin membaik dan semakin manja juga sih.
Singkat cerita perjalanan dengan Busway dan Bus Primajasa (ongkosnya Rp.75.000, itu juga dibayarin, lumayan, jadi enak...) cukup lancar tanpa ada hambatan selain leher saya yang sakit kambuh lagi, jam 13.00 akhirnya saya menginjakkan kaki di tanah Bandung, turun di sekitaran leuwi panjang dan melanjutkan dengan 3x naik angkot lagi untuk menuju Penginapan di daerah Dago.
Saya sih sebenarnya enggak terlalu hapal daerah Bandung, padahal kalau ditanya dimana saya Kuliah, saya selalu bilang kuliah di Bandung, padahal mah, kan di Jatinangor, kota kecil yang nota bene masuk wilayah Sumedang, cuma ya biar kedengaran keren saja makanya saya bilang kuliahnya di Bandung.
Angkot di Bandung tidak kalah semrawutnya dengan di Jakarta, serasa raja jalanan, angkot yang kami tumpangi dengan beraninya nyalip kanan kiri dan sukses membuat beberapa pengemudi mobil kanan kirinya jengkel, bahkan saya ikutan jengkel, dengan pertimbangan daripada kami tewas dijalan, maka di daerah riau kami pun turun dari angkot yang supirnyamungkin jebolan stuntman Fast & Furious ini.
Karena perut saya sudah tak bisa kompromi dan kata dia 'Lo rese kalo lapar', maka daripada semakin rese dan saya berubah menjadi Toro Margens, kita pun mampir sebentar di BIP, mengisi perut di Foodcourtnya. BIP masih sama dengan dulu, tak ada yang berkesan sih, di Jakarta saya sudah dicekokin bermacam macam Mall, sehingga BIP yaaaa gitu gitu aja.
Agenda awal ke Bandung tadinya adalah untuk menjelajah kota Bandung seperti ke Taman Juanda Dago atau ke Tebing Keraton, tapi minggu kemarin di kantor rasanya agak melelahkan sehingga agendanya diganti untuk makan dan istirahat, apalagi hotelnya dibayarin, mau tidur saja rasanya sampai besok.
Hotel tempat kita menginap adalah di Hotel 101 Dago, posisinya ada di sebrang kampus Unpad Dago4, tempat saya mengambil beberapa mata kuliah dulu, tempatnya baru, hanya terdiri dari 5 lantai namun desain nya oke banget, sederhana, santai dan casual, pas untuk yang mau santai, selain itu posisinya strategis, ditengah jalan Dago, kemana mana dekat, cuma kamarnya kurang kedap suara dan agak bising karena sepanjang hari Hotelnya memutar musik terkini yang bisa terdengar sayup sayup sampai kedalam kamar, yang butuh ketenangan dan kesunyian sepertinya agak kurang cocok dengan hotel ini.
Malamnya, setelah beristirahat sedikit kita mengisi perut di Gampoeng Aceh, menu utamanya ya sudah pasti mie goreng dan kuah aceh, terletak tidak jauh dari Hotel 101 jadi kita tinggal jalan kaki kesananya, tadinya kita sempat ada rencana untuk makan di Ceu Mar, surabi Enhaii dan lain lain, tapi saat melihat jalan raya Dago malam itu yang oadat merayap dipenuhi oleh mobil plat B, rasanya segan jika harus ngangkot ngangkit lagi, jadinya pilihan kita yang dekat dekat saja.
Saya memesan Roti cane keju dan Mie goreng Aceh, rasanya lumayan, Mie nya agak overcook sih, teman saya memesan Nasi gorengnya, rasanya yaaa... selayaknya nasi goreng, agak kurang nendang sih, harganya agak nendang dink, masing masing Rp. 30ribuan untuk seporsi Mie Goreng. Sedangkan suasananya remang remang, cederung kurang lampu.
Dan petualangan saya di bandung di hari itu pun ditutup dengan tidur nyenyak di kasur empuk hotel 101, (jangan tanya rate permalamnua berapa, saga juga dibayarin)
Monday, February 23, 2015
Ah mungkin saya sedikit lelah...
Bertempat di teras kost saya yang sepi dan ditemani beberapa batang rokok, saya kembali membuka cerita...
Sudah sangat lama saya tidak mencoba membubuhkan sekata pun di blog ini, dan baiklah, saya kembali menginstall Blogger apps di Hp saya, dan mulai menulis kembali.
Baiklah, mulai dari mana ya?
Ya, belakangan ini saya menjadi perokok, hal yang dulu saya nistakan kinibmulai menjadi candu di hari hari saya, kenapa saya merokok? Entahlah, betul memang jika kata orang merokok mengurangi rasa lapar saya yang seringkali muncul tanpa permisi, padahal baru beberapa detik sebelumnya saya makan banyak, dengan merokok seolah rasa lapar itu sedikit terhalaukan.
Tapi sebenarnya, jika saya bertanya lebih dalam, sepertinya betul jika rokok menjadi semacam pemberontakkan saya akan aturan mana yang boleh dan mana yang tak boleh, saya seakan muak dengan semua aturan, saya ingin memberontak dan lari dari semua ini, setiap hela asap yang saya hembuskan seakan menjadi cibiran sinis untuk semua itu.
Lalu, apakah saya bangga? Tidak... tidak sama sekali
Apakah saya menikmatinya? Iya...