Tuesday, August 23, 2011

About my Dad... -written on 2007-




Suatu musibah mengguncang keluargaku, dimana saat ini sesosok lelaki yang selalu kupanggil ayah sekarang menjadi seoarang calon pesakitan di penjara, walaupun aku tahu jika status tersebut tidak didapatkan dari hasil melakukan kejahatan melainkan buah dari kelalaian beliau. Dalam menunggu selesainya BAP(berita acara pemeriksaan) ayahku tidak diperkenankan untuk meninggalkan wilayah kantor polisi.

Ada rasa lega melintas sejenak di benakku, saat tahu ayahku belum saatnya bergabung dengan pesakitan lainnya di ruangan penjara yang sempit dan dingin, namun rasa khawatir kembali menyergapku ketika menyadari bahwa kemungkinan tersebut tetap saja ada.

Selama menjalani pemeriksaan, ayahku diperkenankan untuk menggunakan sebuah mushala kecil di yang terletak di belakang kantor polisi ini untuk tidur dan bermalam. Pada suatu malam aku memutuskan rehat sebentar dari kegiatan kuliah dan organisasiku yang padat untuk menemani ayahku menginap di mushala tersebut, sedangkan ibu dan adikku pulang terlebih dahulu ke rumah mengingat kesehatan ibuku yang tidak memungkinkan.

Malam itu, di mushala, bergantian sanak dan kerabat ayah datang untuk menjenguk dan sekedar memberikan semangat untuk ayahku, dalam saat saat tersebut senyum tak pernah lepas dari wajahnya dan dengan sabar kembali menceritakan dan menjelaskan cerita tentang musibah yang menimpanya berulang kali kepada para sanak dan kerabat yang bertanya.

Saat itu kulihat ayahku sebagai seseorang yang tegar, setegar batu gunung yang tenang saat dijamah dinginnya malam dan terdiam saat disentuh teriknya matahari.

Hari semakin larut, kelelahan membawaku tertidur sejenak. Saat aku bangun kulihat tamu tamu yang lain telah lama beranjak pergi, dan kulihat ayahku terduduk diam di teras mushala sambil menghembuskan asap rokok yang entah untuk yang keberapa kalinya dan pandangannya menatap jauh kedepan. Aku menatapnya sejenak dari jendela mushala ini dan kembali merebahkan tubuhku dan berusaha untuk kembali tidur, berharap tidur membuatku melangkah lebih cepat ke hari esok dan membawa kami berlalu dari semua musibah ini.

Malam semakin larut dan sunyi, hanya suara detak jarum jam mushala ini dan helaan nafasku yang kudengar, namun kesunyian seakan tidak mampu untuk menuntunku bersamanya kealam mimpi, kesunyian malah membawawku membuka kembali lembaran lembaran masa laluku dan ayah.

***

Ditengah gersangnya tanah ladang musim kemarau, kulihat sesosok ‘aku’ kecil berusaha berlari menerbangkan layangan yang di pegangnya, namun langkah langkah kecilnya tak cukup cepat untuk membuat layangan itu beranjak dari bumi dan menggapai awan. Si’aku’ kecil kemudian dengan wajah kecewa dan lelah terduduk di pematang sawah dengan tangan tetap menggenggam gulungan benang layangan dan matanya menatap marah layangan yang tergolek di tanah, seolah menyalahkan layangan itu yang tak kunjung terbang, kemudian sesosok ayah menghampiri dia dan mengambil benang layangan dari tangan ‘aku’ kecil dan dengan langkah langkahnya yang lebar, layangan itu dengan cepat terangkat dan dengan gagahnya melayang di langit seolah hendak menghampiri matahari senja yang menguning di kejauhan, sosok ‘ayah’ terus berlari dan di belakangnya ‘aku’ kecil ikut berlari dengan wajah yang dihiasi tawa riang polos seorang bocah dan tatapan mata bening dan bersemangat menatap layang layangnya yang semakin terbang menjauh…..

***

Didalam kamar yang hanya diterangi lampu bohlam 10 watt, kulihat sesosok ‘aku’ remaja membenamkan wajahnya ke dalamkan bantalnya, perselisihan tadi dengan sosok ‘ayah’ membuatnya terpukul, ‘aku’ remaja meluapkan amarah dalam dada dengan berteriak sekencang kencangnya dalam bantal yang menutupi wajahnya, namun hanya suara tertahan yang terdengar, ‘aku’remaja merasa benar dan keputusan sang ‘ayah’ selalu salah, namun ‘aku’ tidak bisa menolak putusan ‘ayah’ dan membalasnya dengan tatapan mata sengit dan bantingan pintu kamar, saat itu ‘aku’ remaja merasa ‘ayah’ adalah mahkluk yang paling menyebalkan di dunia…

***

Kesunyian kembali mebawaku kedunia nyata saat kurasakan sentuhan lembut di wajahku, aku tetap dalam posisi tidurku semula dan mataku tetap tertutup, tetapi rasa ku terjaga, aku tahu saat ayah menghampiriku dan membetulkan letak sarung yang tersingkap yang kupakai sebagai selimut penghalau dingin, ayah kembali tepekur dalam shalat malamnya setelah sejenak menatapku, dengan tatapan seorang ayah…

***

Di dalam sebuah mushala kecil di belakang kantor polisi, aku melihat sosok ‘aku’ berbaring dengan mata tertutup namun air mata keluar mengalir dari pelupuk matanya, ‘aku’ memiringkan tubuh kearah yang berlawanan dari kemungkinan dilihat ‘ayah’ dan air mata itu semakin deras muncul. Di sisi yang lain ‘ayah’ tetap termenung dalam doanya, aku yakin ‘ayah’ berdoa tidak hanya untuk keselamatan dirinya, tapi juga untuk orang orang yang disayanginya, dan aku melihat sosok ‘aku’ terlintas dalam untaian doanya…

***

Mentari senja hanya meninggalkan semburat jingga yang menghiasi mega mega di kejauhan, sosok ‘aku’kecil tampak tersenyum cerah dan matanya berbinar gembira walau lelah tampak di wajahnya, dengan cepat ‘aku’ kecil menggulung benang layangan dan membereskan layangannya, lalu dengan senyuman semakin lebar ‘aku’ kecil berlari menyongsong ‘ayah’ yang telah berjalan jauh di depannya, ‘ayah’ menghentikan langkahnya dan berbalik, dia mengulurkan tangannya, ‘aku’ kecil mempercepat langkah dan menyambut uluran tangannya. Di kejauhan rumah mereka sudah tampak.

Dengan bergandengan tangan, ‘aku’ kecil dan ‘ayah’ berjalan beriringan dengan sesekali dihiasi gelak tawa ‘aku’ kecil dan nyanyian lucu ‘ayah’, di belakang mereka mentari senja masih menyisakan warna jingga di mega mega yang masih berarak di kejauhan ….

I love you Dad

No comments:

Post a Comment