Wednesday, April 22, 2015

well....

Am sitting on my desk, while all of my colleagues(on different divisions) working so hard and in a rush, and here I am, nothing to do exactly, I try to digging up my docs to find something that I might can work on, but nothing that I can find…


Well, so many things to do actually, but my current condition required me to just wait for some tools that in progress to finish by another divs, suck eh….

Tuesday, April 21, 2015

Pelesir ke Candi Prambanan dan Ratu Boko

Kita pun melanjutkan perjalanan setelah perut kami kenyang dan puas selepas makan siang di Bale Raos,masih dengan motor Honda Beat sewaan, kami pun memacu motor itu menuju kea rah tujuan selanjutnya yaitu Candi Prambanan, Komplek Candi Prambanan terletak sekitar 16 Km dari pusat kota Yogyakarta, namun memang relativitas ‘jauh’ nya orang Jakarta dengan orang sini berbeda, jika di Jakarta jarak segitu bisa ditempuh dengan waktu yang tak terhingga karena macetnya Jakarta, tapi disini, jarak 16Km bisa kami tempuh dengan jarak kurang dari setengah jam, sedikit ngebut sih saya.
Sesampainya di komplek Prambanan, kami membeli tiket paket Candi Prambanan + Ratu Boko seharga Rp. 70.000, dengan tiket tersebut kami mendapatkan shuttle bus ke komplek Candri Ratu Boko yang jaraknya sekitar 4Km dari Candi Prambanan.

Komplek Candi Ratu Boko terletak di puncak bukit yang panas(kebetulan sampai sana sedang panas dan kami kelelahan), disana kita bisa melihat reruntuhan candinya, yang tinggal tersisa semacam gapura nya, tips saya, kalau mau kesini, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi di sore hari yang cerah, sehingga berkesempatan melihat sunset. Karena konon katanya sunsetnya cukup epic disini, namun karena saat itu kita kesininya menggunakan shuttle bus, sehingga tidak memungkinkan untuk memburu sunset nya karena shuttle bus terakhir yang tersedia hanya sampai jam 4 sore.
Setelah puas mengelilingi Ratu Boko, kami pun kembali ke komplek Prambanan, menggunakan shuttle bus yang sama.
Terakhir kali saya ke prambanan itu adalah sewaktu sayakelas 4 SD, keadaannya sedikit berbeda dengan yang saya ingat dulu, sekarang kompleknya lebih terawatt dan lebih tertib, namun hamparan batu batu candi yang belum terpasang masih banyak sekali, sepertinya masih banyak PR unuk team pemugar Prambanan untuk bisa merakit hamparan batu batu itu ke posisi semula.


Sebelum pulang dan mengakhiri pelesiran kita hari itu, kita menyempatkan untuk naik mobil terbuka yang mengeilingi komplek Prambanan, memang kita sudah lelah dan malas untuk berjalan jauh, next time kalau kesini lagi harus cukup tidur dan jangan jadi nekad traveler kayak kita yang semalamnya malah gak tidur dan guling guling gak jelas, jadinya gak heran tenaga kita mulai menipis saat kesini, jadinya tidak serratus persen fit deh

Sunday, April 12, 2015

Tetangga Itu bagaikan Keluarga (di Desa Saya)

Saya dibesarkan di suatu desa terpencil di pelosok Kuningan, Jawa Barat, dimana hubungan antar tetangga sebegitu eratnya sehinggasudah dianggap bagaikan bagian dari keluarga, setiap kali menjelang hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Qurban, ibu saya selalu membuat penganan dan makanan kecil dengan porsi yang luar biasa banyaknya, yang bisa mengenyangkan setidaknya dua puluh orang, tentu saja bukan untuk dimakan sendiri oleh keluar ga kecil kami yang hanya berjumlah 5 orang, tetapi untuk dibagi bagikan juga kepada para tetangga yang lain, sekedar untuk berbagi kebahagiaan di hari raya.
Dan di akhir hari raya, kuantitas makanan di rumah kami bukannya berkurang, tetapi malah sering kali bertambah banyak jumlah dan macamnya, meskipun sudah dibagi bagikan ke tetangga tetangga, karena setiap kali ‘mengirim’ makanan, kami hampir selalu mendapatkan kembali makanan dengan jenis lain dari para tetangga.
Dulu saya sering ditugaskan Ibu saya untuk berkirim-kirim makanan, dengan membawa beberapa rantang(biasanya satu rantang untuk satu tetangga). Ketika menyerahkan rantang berisi makanan tersebut sang tetangga acap kali tidak langsung mengembalikan rantang tersebut dengan kosong tapi mengisi balik dengan makanan dari rumah mereka, bahkan malah diberikan lebih banyak dengan kantung tambahan, umpamanya kami mengirimkan rengginang se toples, pulang pulang bawa pisang setandan
Rasanya memiliki tetangga bagaikan keluarga serasa lebih aman, setiap masalah seringkali dengan mudah diselesaikan lebih mudah dengan bantuan tetangga, ketika ada kenduri akan lebih semarak, dan ketika ada tetangga yang dirundung duka, kita semua ikut merasakan duka tersebut dan berebutan meringankan dukanya, ketika kakek kami meninggal, kami para keluarga yang berduka seolah terima jadi, dan tidak terlalu direpotkan dengan tetek bengek seremoni pemakaman, karena para tetangga yang membantu.
Waktu berlalu, saya pun harus pergi ke kota besar untuk mengejar impian impian saya, Jakarta yang saya pilih, saya memilih kontrakan kecil untuk berteduh dari hujan dan panas di sebuah gang sempit di pelosok kota Jakarta.
Tidak terasa hampir 5 tahun saya berada disini, saya merasa lebih kuat dan mandiri, karena disini memang harus kuat, hanya ada teman dekat yang mungkin bisa membantu jika saya tertimpa kemalangan dan duka, bukan tetangga….
Kontrakan tersebut bukannya tanpa tetangga, ada beberapa puluh orang yang menghuni kontrakan tersebut, hampir semuanya sama seperti saya, pekerja yang hanya menempati kontrakan untuk tidur, beristirahat dan berteduh, tidak untuk bersosialisasi, saya sendiri seringkali teramat sangat penat untuk sekedar bertegur sapa dengan tetangga tetangga. Bahkan saya tidak kenal siapa yang menempati kontrakan sebelah, yang Cuma dibatasi sebuah dinding beton.
Kadang saya merindukan, saat saat senja hari di desa, ketika lampu lampi teras sudah mulai dinyalakan mengantar mentari senja kembali ke ufuk barat, perasaan hangat saat melangkahkan kaki saat jalan jalan sore, saat saat bertegur sapa dengan akrab dengan handai taulan dan tetangga yang berpapasan dijalan.
Saat saat saya berada ditengah keluarga….. bukan sekedar tetangga

(As Published at Kompasiana, Februari 2014)

Suka Duka Bekerja di Industri Retail

Sewaktu saya lulus kuliah, dimulailah petualangan saya mencari pekerjaan untuk menyambung hidup dan melepaskan diri dari status beban orang tua, saya yang waktu itu masih blank akan dunia kerja menyebarkan sebanyak mungkin CV dan ikut Jobfair sesering mungkin, dari banyak interview dan panggilan kerja, sebuah perusahaan retail ternama di Indonesia adalah yang pertama menerima saya sebagai MT untuk proyeksi sebagai Store Asisten Manager Operational.
Hampir 2 tahun saya berkecimpung di industri retail tersebut, berkutat dengan operasional toko dan manajerial, saya tidak akan menyebutkan industri retail sangat tidak menyenangkan(sama sekali tidak), namun saya ingin berbagi suka dukanya bekerja di toko dan industri retail, barangkali disini ada yang hendak memasuki dunia tersebut, karena industri retail sangat banyak membutuhkan tenaga kerja.
Sukanya…
1. Kesempatan belajar banyak, saya yang waktu itu memang masih blank tentang dunia kerja serta merta dihadapkan dengan tantangan yang cukup berat, belajar cepat atau tersingkirkan, awalnya memang berat, keluhan keluhan setiap hari hampir selalu mewarnai pikir saya, tapi lambat laun semuanya mulai terasa mudah, etos kerja keras terbentuk, disiplin dan detail pun terasah.
2. Bertemu dengan sangat banyak orang, sebagai Asmen(asisten meneger, harusnya asman ya hehehe) saya setiap hari berhadapan dengan customer, bawahan,manajemen dengan berbagai latar belakang, saya dituntut untuk bisa berbaur, mempelajari bagaimana tingkah polah mereka agar bisa mendapatkan value yang menguntungkan, tentu saja saya tidak bisa menyamakan perilaku saya saat berhadapan dengan customer dan atasan kan.
3. Sering dapat diskon, memang tidak ada diskon khusus untuk karyawan, tetapi dengan bekerja di toko, saya sering kali lebih peka terhadap diskon, apalagi kalau diskon 50% ke atas hehehe(padahal barangnya tidak terlalu dibutuhkan)
Dukanya…
1. Untuk yang bekerja di operasional toko, liburnya enggak tentu, sangaaaat jarang libur sabtu minggu, bahkan jika ada rekan kerja yang cuti bisa bisa banyak libur yang terpending, saya sendiri pernah 15hari bekerja tanpa libur, dan 1bulan penuh menjadi lelaki malam, kebagian shift malam terus menerus.
2. Melelahkan, relatif sih, tapi dibandingkan pekerja kantoran, bekerja di retail lebih membutuhkan tenaga dan pikiran ekstra, apalagi jika menjelang musim seasonal seperti natal dan lebaran, lembur itu hal jamak pada saat saat tersebut, saya pernah lho kerja 24 jam nonstop.
3. (terkadang) kurang diapresiasi, dengan load kerja berat, tekanan yang tinggi dan waktu kerja yang elastis, untuk pekerja dengan entry level pasti akan merasakan gaji dan benefit yang diterima kurang sepadan dengan yang sudah dikeluarkan, tapi ya seiiring dengan prestasi dan masa kerja, benefit yang diterima pasti akan meningkat.
Terlepas dari semuanya itu, hal hal diatas Cuma berdasarkan pendapat saya dari apa yang pernah saya alami selama bekerja, jika merasa cocok dan sesuai dengan jiwanya, industri retail itu menyenangkan kok.

Thursday, April 9, 2015

Mengelilingi Area Keraton & Taman Sari & Bale Raos

Matahari sudah naik ketika kita keluar dariCabin Hostel untuk menlanjutkan itinerary di hari ini, rencananya hari ini kita akan mengunjungi kembali keratin kemudian dilanjut ke Prambanan dan situs Ratu Boko. Dengan mengendarai Motor Vario, sewaan seharga Rp.70.000/hari, kami pun menjelajahi Yogyakarta hari itu.

Tujuan pertama kami adalah Keraton Yogya, sebenarnya 2 hari sebelumnya, saya sudah kemari, tapi karena teman travel saya mau kemari lagi dan saya ingin menjelajahi lebih dalam lagi area keratin, maka saya pun kesini lagi.
 Untuk spot keraton masih sama seperti sbelumnya, Cuma saya tidak seburu buru kemarin dan masih bisa mengambil lebih banyak foto di spot yang berbeda, kemudian setelah dari keraton,saya melanjutkan dengan menggunakan Becak untuk mengunjungi spot spot sekitar keraton, cukup dengan Rp.10.000 ongkosnya, dibandingkan dengan Jakarta, ongkos becak Rp.10.000 itu rasanya bikin saya nggak tega, apalagi bapak becak nya ramah sekali,di Jakarta mana dapat ongkos becak Rp.10.000.
Spot pertama dari Tour De Betjak nya adalah ke Musium Kereta, di museum ini bisa dilihat berbagai macam kereta kencana kesultanan, dengan desain yang mengagumkan detailnya, mulai dari keretanya, tipe kuda dan seragam kusirnya juga ada disini, hawa mistisnya terasa sekali, karena konon kereta kereta ini selain memiliki kegunaan sebagai sarana transportasi, tapi ada unsur kejimatannya juga.

Spot selanjutnya adalah daerah pengrajin kaus dan batik, kata si bapak becaknya jika kita hendak membeli di daerah sini, kerajinannya relative jauh lebih murah, namun saying kita memang belum ada niatan untuk belanja, jadi kita Cuma lewat lewat saja spot ini
Spot terakhir adalah pusat pengrajin lukisan batik, semacam galleri yang memajang lukisan lukisan namun dikreasikan dari motif batik, cukup unik dan sepertinya mahal.

Sehabis dari Tour De Betjak seharga Rp,10.000 (Kita kasih tip kok, karena kita ndak setega itu ngasih Rp.10.000 saja untuk becaknya), kita kembali menaiki motor untuk ke spot lainnya yaitu Taman Sari, situs ini dulunya adalah tempat pemandian para puteri, ditengahnya ada kolam(yang airnya habis), arsitekturnya menarik sebenarnya, namun ketika kami kesana ramai sekali, banyak anak anak muda yang foto foto dan nongkrong, jadinya kita mau menikmati keindahannya agak terganggu, gerak aja susah saking ramenya, dan panas, jika hendak kemari jangan pakai baju tebal semacam mantel ala ala The Matrix ya, cukup baju tipis yang nyaman, karena udaranya yang panas.
Waktu sudah menunjukkan tengah hari ketika selesai mengunjungi Taman Sari, sudah saatnya makan siang, dan dari rekomendasi seorang kawan, kami pun mencari satu Restoran bernama ‘Bale Raos’, dengan bermodalkan GPS akhirnya kami menemukannya, ternyata restorannya masuk ke area Keraton, sehingga di gerbangnya saya  harus mematikan mesin motor dan menenteng(?) motornya ke parkiran,

Ketika masuk, saya sampai terkagum kagum, rasanya seperti bangsawan Jawa, pelayanannya ramah, dan makanannya juga luar biasa, tempatnya juga OK, tidak heran karena Bale Raos ini adalah catering resmi kesultanan, sehingga menu menu yang kami makan memang meu yang sama dan dimasak juga untuk para bangsawan keraton.
Rekomendasi saya, cobalah Traditional Rice Set, selain porsinya banyak(lapar dan gembul), rasanya juga ok, terdiri dari satu set nasi putih dengan ayam bumbu, tempe bacem dan sayur bersantan tetapi bukan soto, untuk harganya yaaa standar restoran, ndak terlalu murah, tapi ndak mahal juga, rasanya lebih ok dari pada harganya hehehhe


Tuesday, April 7, 2015

Borobudur, dan kembali ke Yogya

Perjalanan dari Phuntuk sethumbu yang saya kira akan lebih ringan ternyata tidak menjadi kenyataan, mungkin saya agak kelelahan pasca mendaki, sehingga naffas saya masih payah saat dipaksa untuk mengayuh pedal sepeda kembali ke hotel, namun pemandangan yang menakjubkan sepajang perjalanan seakan menjadi penangkal kelelahan saya. Persawahan yang hijau, lembutnya kabut pagi yang menyapu wajah saya seakan menghaau keringat di tiap helaan kaki saya mengayuh sepeda ini.
Dan saya sempat beberapa kali berhenti untuk mngambil beberapa foto dan sekedar mengambil sedikit nafas yang lagi lagi hampir putus.



Sekitar jam  pagi akhirnya saya sudah kembali bisa menghempaskan tubuh di ranjang empuk hotel Lotus ini, dan setelah istirahat saya menikmati sarapan sambal menikmati pemandangan hamparan sawah yang hijau, hidup ini memang indah ya….
Saatnya saya Check out dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jogja, Eric dari Lotus berbaik hati mengantarkan saya ke terminal Borobudur, thanks loh Ric, tahu saja kalo saya lagi teller setelah hiking ke Punthuk Setumbhu sepagian.
Dengan menggunakan bus yang sama saya pun kembali ke Yogya, di bis saya berkealan lagi dengan orang baru, seorang ibu muda yang ‘kabur’ dari rutinitasnya di Jakarta untuk refreshing di Jakarta, dan perjalanan sejam pun berasa sebentar dengan obrolan seru kami sepanjang perjalanan.
Karena sedang ada Perayaan di sekitaran Malioboro, maka saya tidak bisa berhenti langsung di Malioboro melainkan harus erhenti dekat area tugu Jogja, maka saya pun turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki ke hostel saya selanjutnya yang terletak di jalan Gandekan Malioboro.
Beruntungnya saya, ketika sampai ke Malioboro sedang dimulai pawai kirab kesenian yang masuk dalam rangkaian acara ‘Yogya Istimewa’, beragam kelompk kesenia berpawai mempertontonkan kebisaan mereka, mulai dari grup Reog Ponorogo sampai teater SMA yang unik, setelah sejam saya melihat pawai ini, saya pun melanjutkan perjalanan ke Cabin Hostel yang ada di daerah malioboro juga.
Cabin Hostel terletak di dekat daerah Malioboro, hostel yang memang dikhususkan untuk para traveler budget seperti saya ini, tidak terlal mahal, hanya 200 ribu/malamsudah mendapatkan kamar untuk 2 orang plus breakfast, namun jangan berharap kamarnya besar, kamarnya kecil bener, senggol senggolan rasanya.

Disini saya bertemu dengan travel partner pertama saya, orang asing yang sebelumnya hanya saya kenal via socmed dan chat, agak kaget juga ia melihat kamar hostelnya yang sekecil ini, tapi ya sudahlah, yang penting bisa ditiduri dan nyaman kan.