Friday, March 6, 2015

On the way to Punthuk Setumbhu

Baiklah.... istirahat dulu... saya kelelahan, sudah hampir Phuntuk Setumbhu dan  tinggal 200 meter lagi tetapi jalurnya nanjak sekaleee...

dengan ditemani sebuah sepeda pinjaman dari hotel tempat saya menginap, saya mengarungi jalur Borobudur - Phuntuk Setumbhu, yang kata Eric (Lotus Hotel) jaraknya dekat, dan saya lihat melalui google maps ternyata jaraknya 7 km lebih, dengan pertimbangan biaya yang akan bengkak jika menggunakan Tour atau sewa Ojek, maka saya memutuskan untuk sewa sepeda saja, lagipula akan lebih mudah jika akan singgah singgah kalau menemukan tempat yang menarik.

Jalannya ooh jalannya, melintasi pedesaan sepi sambil dengan kadang hanya diterangi terang bulan karena lampu jalan yang terbatas dan membaca ayat qursi... -_-,sempat gentar sih tapi diterobos saja deh

Akhirnya setelah perjalanan yang sangat melelahkan, sampai saya harus berhenti beberapa kali di tengah jalan untuk mengambil nafas yang hampir habis, sampai juga saya di puncak Punthuk Setumbhu, nampaknya cuma saya yang kesini sendirian, yang lainnya kesini ramai ramai atau rombongan.

Ketika sampai ke parkiran sepeda, kirain penderitaan saya berakhir, ternyafa beluuummm, saya masih harus mendaki lagi ke atas sekitar 500 meter, nafas saya habis lagi dan harus terhenti lagi ditengah tabjakan sepi untuk kembali mengambil nafas.

Baiklah sesampainya disini, karena masih gelap, mari beristirahat dulu.

Aku kangen kasur :(

Day 5 part 2... Borobudur - Magelang

Lotus 2 GuestHouse
Pahit banget rasanya jika sudah menulis panjang panjang, eh kemudian terhapus begitu saja, sakitnya tuh dimana mana rasanya, baiklah mulai dari awal lagi deh...
Sepertinya saya mulai suka menulis lagi, dulu ketika ada moment ok, saya cenderung menuliskannya saat moment itu sudah selesai, jadinya kadang malah jadi tertunda tunda dan kemalasan pun menyerang sehingga moment tersebut tidak sempat saya rekam dalam tulisan, maka untuk moment kali ini saya harus menuliskannya cepat cepat, daripada saya malas nantinya dan banyak moment berharga yang terlupakan, typo typo sedikit bisa dimaafkan, tokh untuk edit lebih jauhnya bisa dilakukan nanti melalui pc.
Melanjutkan tulisan sebelumnya, setelah puas saya berkeliling keraton, akhirnya saya langsung menuju terminal Bis Jombor untuk melanjutkan perjalanan ke Borobudur, untuk ke Jombor tidak susah, saya menggunakan moda trans Jogja no 2B langsung ke Jombor dan disambung dengan bis ke Borobudur, ongkosnya Rp. 20.000, perjalanannya cuma sekitar 1jam, supirnya memang agak ngebut sehingga lebih cepat.
Sesampainya di Terminal Borobudur, saya diantar dengan becak motor ke penginapan saya sekarang Lotus 2 Guesthouse, cukup Rp. 10.000 ongkosnya.
Lotus 2 Guesthouse rate permalamnya Rp.200.000 sudah mendapatkan kamar ber AC, kamar mandi dalam dengan air hangat dan breakfast, sebenarnya cuaca disini tidak terlalu panas juga sehingga tanpa AC pun masih adem.
Setelah beristirahat sejenak, sekitar jam 3 sore saya berangkat ke candi Borobudur, karena jarak nya dekat jadi saya cukup berjalan kaki kesananya, setelah membayat tiket masuk sebesar Rp.30.000 saya bisa menikmati keindahan Borobudur sepuasnya. Sayang pada saat itu hujan sehingga saya kurang leluasa untuk berkeliling Borobudur, tapi hujan malah menambah keindahan Borobudur, suasananya semakin syahdu (wew)
Untuk mengisi perut, saya mampir ke warung soto yang ada di depan areal Borobudur, karena sepertinya jika makan di dalam kompleks Borobudurbpasti harganya akan lebih mahal, di tempat makan saya semangkuk Nasi Soto lengkap dengan kerupuk dan Teh manis hangat cuma Rp.16.000, 


Rasanya lebih gurih daripada soto yang saya makan di Jakarta, lebih enak tentunya.
Hal yang menarik di hari ini adalah saya bertemu beberapa turis asing dan sempat ngobrol banyak dengan mereka, dengan modal bahasa inggris saya yang cekak ini bisa mendapatkan banyak hal yang menarik dari mereka.
Turis pertama adalah dengan seorang ibu yang ramah dari El Salvador, beliau adalah nenek dari 6 orang cucu, dia bercerita dengan bahasa inggris yang sama cekak nya dengan saya mengenai keluarganya, makanan khas El Salvador dan kemacetan di sana yang ternyata tidak lebih baik dari pada di Jakarta.
Kemudian saya ngobrol juga dengan turis dari Republik Ceko, dia bercerita bagaimana serunya pekerjaan dia yang banting setir dari seorang manager menjadi pakar bangunan tinggi di Praha.
Lalu barusan saya ngobrol juga dengan Eric dari Lotus 2  mengenai pengalaman dia travelling sampai flores dan pulai Togian, menarik sekali mendengarkan cerita mereka.
Banyak hal yang baru dan menarik terjadi hari ini.
Saya harus tidur cepat sekarang, jam 3 harus bangun dan mengejar Sunrise di Phuntuk Setumbhu, semoga cuacanya OK...

Thursday, March 5, 2015

Day 5, Yogyakarta

Di salah satu sudut Keraton Yogyakarta

Kereta Taksaka Malam yang saya tumpangi akhirnya mengantarkan saya ke Yogyakarta, tepat jam 5 subuh saya sampai di Stasiun Tugu, selama perjalanan saya sukses terlelap dan ketika bangun petugas KA sudah mengambil selimut dari kursi saya, pertanda tujuan saya di Yogyakarta sudah dekat. Obat flu dan batuk yang saya minum (plus Antimo) membuat saya langsung mendengkur tidak lama setelah saya menghempaskan tubuh di kursi KA eksekutif yabg empuk ini, bahkan saya membawa bantal sendiri karena cidera leher saya yang takutnya kambuh karena kelamaan duduk di kereta (ya, bantal penyangga leher bermotif norak ini berhasil membuat leher saya tidak sakit lagi, yay!!)

Sesampainya di stasiun, pengaruh obatnya tidak serta merta hilang dan saya masih kembali tertidur di meja area makan, walaupun tidak senyenyak di kereta.

Setelah puas memperhatikan riuh nya stasiun di pagi hari dan menghilangkan kantuk ala kadarnya, saya pun beranjak keluar dari stasiun untuk mencari pengganjal perut yang sebenarnya tidak terlalu lapar ini.

Keluar dari area stasiun saya menyusuri jalanan Malioborobyang senggang di pagi hari, dan memilih salah satu penjual nasi gudek pinggir jalan, rasanya jauh lebih enak dari gudek yang saya makan di jakarta, lebih gurih dan manis ditemani setusuk sate udang dan teh manis panas. Harganya sih agak mahal ya, Rp. 27.000 untuk semua itu, padahal saya berpikir jika harganya akan lebih murah karena Yogya yang terkenal oleh harga harganya yang murah.

Kemudian saya melanjutkan perjalanan ke Keraton, dan ternyata perjalanan nya cukup jauh ditambah dengan carier saya yang berat ini. Sebelum keraton saya mampir terlebih dahulu ke Benteng Vredeburg, benteng yang dulunya digunakan Markas Besar TNI sebelum menjadi museum, museumnya terrawat dengan baik dan diorama nya juga menarik, ada satu wahana yang mengsimulasikan keadaan serangan 11 maret, lengkap dengan patung tentara dan efekbsuara peperangan yang mengagetkan, simulasinya agak mengerikan sih, saya sempat mundur beberapa langkah dan terkaget kaget karena patungnya terlihat begitu nyata.

Sambil ngadem saya pun beristirahat di salah satu ruangan diorama yang ber AC dan iseng googling mengenai sejarah benteng ini, dan ternyata benteng ini adalah salah satubspot paling angker yang ada di Yogyakarta, ada penampakan barisan tentara tanpa kepala dan noni belanda.... (salah googling), untungnya saya kesana di pagi hari yang terang benderang sehingga suasananya tidak angker dan saya bisa dengan leluasa mengitari benteng ini tanpa harus takut ditampakkan mankluk mahkluk itu.

Oh iya, di pos satpamnya boleh menitipkan barang sehingga saya tak usah memanggul carrier saya yang berat ini.

Perjalanan pun dilanjutkan ke Keraton, masih lumayan jauh lagi jika berjalan kaki sehingga siap siap lah pegal kakinya.

Akhirnya saya pun menginjakkan kaki di Keraton Yogyakarta, tempat leluhur saya mungkin hehehe, saya sepertinya ada trah Mataram dari pihak ibu, keratonnya panas dan banyak debu dimana mana, biaya masuknya untuk turis lokal adalah Rp.5000 plus izin kamera Rp.2000, murah sekalee.

Kaki sudah cenat cenut rasanya ketika mengelilingi keraton ini, ada beberapa ruangan yang menceritakan fasilitas keraton, trah Raja raja dan tempat menarik lainnya, ada guide juga yang bisa menjelaskan lebih detail mengenai sejarah keraton ini.

Dan saya pun masih terduduk disini, semoga tidak kram hahaha

Day 4, Cirebon

Stasiun Cirebon, 8.44PM
Akhirnya liburan selama 3 malam di rumah orang tua di Kuningan berakhir, libutan 3 malam itu hanya diisi dengan beristirahat dan bertemu dengan beberapa teman lama, rasanya berat badan saya naik beberapa kilo selama di kuningan.
Dan disinilah saya sekarang, duduk di ruang tunggu Stasiun Cirebon menunggu kereta yang akan membawa saya ke Yogyakarta, masih sekitar 3 jam lagi sepertinya.
Hampir semua tiket kereta dan pesawat sudah ditangan dan semua hostel sudah ter book, beberapa sudah saya konfirmasi ulang, sekedar memastikan nama saya ada di guest list mereka, daripada saya langsung datang tapi ternyata karena satu dan lain hal nama saya tidak tertera di daftar tamunya, kan bisa kacau saya, pontang panting cari hostel lagi kan ndak lucu pastinya.
Tapi tetap saja rasanya sedikit gentar dengan perjalanan ini, ini adalah kali pertama saya solo travelling, persiapannya rasanya sangat banyak dan saya adalah orang yang tidak terlalu teliti dan detail sehingga kadang takut ada yang tertinggal. Kadang terbersit pula kejadian kejadian buruk yang mungkin bisa terjadi disana, misalnya kecurian atau dijahatin orang(amit amit), tapi ya seperti apa kata kawan saya, dinikmati saja lah ya....
Orang tua saya juga sempat khawatir dengan rencana perjalanan ini, berulang kali mereka bertanya tentang disana bagai mana, naik apa disana, disana sama siapa dan lain lain, tapi saya tegaskan jika saya sudah mau umur 30 lho, sudah sewajarnya berani dengan perjalanan ini.
Masih 2 jam an lagi tho...
Yang paling saya rindukan dari Jakarta itu adalah jaringan internetnya, di Jakarta jauuhh lebih ngebut jaringannya ketimbang di kuningan, padahal rumah ortu itu ada di pusat kota tapi tetap saja internetnya serasa lambat, beranjak ke kamar mandi dari ruang tamu saja bisa langsung masuk blank spot, jadi teringat dulu sekitar awal awal tahun 2000, bapak saya beli HP, masih mahal waktu itu, tapi ketika dinyalakan di rumah, sinyalnya tidak muncul, jadilah dia membeli lagi antena khusus HP yang dipasang diluar setinggi antena UHF TV kami dulu. Dan kabelnya disambungkan dengan antena external HP itu, dan baru muncul deh sinyalnya, itu pun masih 1 atau 2 bar.
Kemudian akhirnya HP bapakku itu dilungsurkan lah ke saya, dan pada saat SPMB kubawa HP nya ke Bandung dan terkesimalah saya yang biasa melihat sinyal GSM 1 atau 2 bar, di bandung sinyalnya full 5 bar. Tapi itu kan 11 tahun yang lalu, ah sudah makin tua aja saya...

Sunday, March 1, 2015

Day 2, Bandung - Kuningan

Seperti yang sudah di duga, saking nyenyaknya kita bangunnya siang, sekitar jam 8 kita baru turun untuk breakfast, menu di hotel ini tidak terlalu banyak, hanya ada roti rotian, nasi goreng, sosis, bubur buburan dan omelette, dan berhubung saya memang terlahir oportunis(baca : lemah jika disodori gratisan) maka saya coba semuanya, makanannya ok, yang paling enak ya suasananya, sayanganya saya tidak ambil foto restorannya, kursi dan interiornya sangat unik dan menarik dan membuat saya betah berlama lama disini.

Saatnya checkout dari Hotel 101 ini, jika ada kesempatan lagi, tidak keberatan banget jika hatus menginap disini lagi, apalagi jika kamarnya lebih kedap suara dari luar pasti ok.

Ya, fix saya memang manja dan boros, daripada naik angkot ke terminal Cicaheum, saya malah naik Taksi Gemah Ripah. Argonya juga lumayan ngebut padahal mobilnya agak merayap dengan kemacetan Bandung, argonya cukup Rp.30.000 saja, backpacker yang ogoan sekali saya hahaha

Pas sekali, saat saya sampai terminal Caheum langsung naik Damri Bandung - Kuningan yang langsung berangkat tanpa ngetem lagi, Damri nya Ok juga, sudah dilengkapi colokan listrik dan free wifi dan toilet, ah senangnya.

Tadinya sih berniat menggunakan kereta Bandung - Cirebon untuk rute ke Kuningan tetapi sayangnya tiketnya keburu habis maka pilihan damri pun diambil, ndak terlalu buruk sih, Damri juga ok, cuma rasanya lamaaaa, jika dengan kereta mungkin hanya 2jam sampai Cirebon, jika dengan Damri saya duduk manis sampai 5jam lebih.

Enaknya menggunakan Damri, rutenya melewati Jatinangor, tempat saya kuliah dulu, sudah sangat berubah ya sekarang, Unwim sudah berganti rupa menjadi ITB yang megah, dan Unpad menjadi semajin berwarna warni, ah Jatinangor, saya rindu sekali sama kamu, di lain waktu saya akan mampir deh ya, janji...

Dampak dari musim hujan terasa sekali, sepanjang mendung dan hujan rintik rintik, jalanan sumedang-cirebon juga kurang mulus, banyak lobang dimana mana, bus Damri mesti ekstra hati hati dan gak bisa ngebut jadinya, tapi pemandangan yang hijau sepanjang jalan cukup membuat mata saya adem, hamparan padi juga sudah mulai menguning tanda musim panen akan segera tiba.

Saya baru sampai ke Kuningan selepas Magrib dan disambut dengan mati lampu, tadi tak jadi masalah banget sih, beda dengan Jakarta, Kuningan jauhblebih dingin, apalagi di musim hujan, tak butuh AC, kalau di Jakarta mati lampu, mendingan saya ngemall aja sekaligus ngadem.

Hai Kuningan....