Monday, July 16, 2012

Saya belum berani meninggalkan dia....


Kadang yang namanya –ehem- cinta enggak pakai otak ya, dunia dan pola pikir saya seakan upside down serasa lupa akan semua prinsip yang dulu saya pegang teguh, dan harga diri pun serasa diobral semurah mungkin.

Walaupun sebenarnya saya masih bingung dengan definisi sebenarnya dari rasa yang belakangan menjajah hati dan pemikiran saya, tapi semua teori akan proses menuju cerita cinta yang happily ever after rasanya luluh lantak.

Saat ini saya menjalani suatu hubungan yang sebenarnya enggak banget, dibilang tanpa status tapi kita udah lebih dari sayang-sayangan, dibilang ada komitmen, tapi sebenarnya –ehem- dia masih ada pacar....

Lucu jadinya, saya dulu menistakan untuk jadi selingkuhan, tapi untuk yang satu ini, rasanya saya mulai ke tahap ‘membutuhkan’ sehingga entah kenapa, pemikiran saya menjadi permisif dengan hubungan ini, walau dia bilang bahwa dalam beberapa bulan kedepan dia akan –mungkin- putus dengan pacarnya, tapi tetap saja kan, saya adalah selingkuhan dia? Yang dilihat dari sisi manapun tetap saja bukan hal yang bisa ditolerir, jika diibaratkanmah saya serasa jadi Raul Lemos diantara KD dan Anang...

Tapi untuk yang satu ini, rasanya lain, dia seakan dengan gampangnya mendobrak semua pintu hati saya, bahkan untuk pintu ruangan yang dari dulu sudah saya gembok dengan teramat sangat erat. 

Bahkan pada awalnya saya dengan dia Cuma berniat untuk have fun, seakan saling mengisi kesepian yang –pada saat itu- sama sama kompak sedang kesepian. Namun semakin kesini malah kita yang dihave-funkan  sama perasaan kita masing masing

Padahal kami sama sama berpendidikan tinggi dan cukup pintar untuk mengerti kalau tidak akan ada happy ending yang menunggu di depan sana. Dan sayapun bersikap ‘ya_sudahlah_jalani_saja’,

Saya juga bukannya senang-senang saja menjadi tokoh antagonis diantara dia dan pacar-resmi- nya, kadang saya juga takut karma, bagaimana jika suatu saat hal yang sama terjadi pada saya? Sungguh sakitnya teramat sangat tentunya. Tapi.... rasa ini terlalu indah, bagai ekstasi yang sangat melenakan...

Saya juga harus menahan pahit dan perih tak terkira ketika saya harus dihadapkan saat saat dimana dia menceritakan pacarnya, bagaimana labilnya pacarnya, bagaimana gemesin pacarnya, seberapa lucu tingkah laku pacarnya, dan bla bla bla  lainnya, sungguh saya ingin marah, rasanya perasaan saya seperti disayat sayat bambu tajam ketika dia menceritakan tentang dia, walaupun tidak membanding-bandingkan, tapi serasa ditusuk galah yang runcing tepat ke ulu hati dengan menyadari bahwa saya bukanlah satu-satunya, saya bukan prioritas, saya bukan siapa-siapanya resmi dia...

Saya ingin teriak rasanya, “please, don’t ever mention his name in front of me again”.

saya ingin marah, tapi siapa saya?

Beberapa kali saya bertanya “kamu sayang aku enggak?”, dan dia menjawab dengan terbata dan ambigu, saya menjadi demanding person secara instant, sebenarnya, saya ingin diakui.... saya tidak mau seperti ini selamanya, saya ingin memperkenalkan dia ke seluruh dunia, biar semua orang tahu jika saya ada yang sudah berhasil menaklukkan... bukan seperti ini...

Saat saya menulis ini, sms masuk, dan dari dia...

Entah kapan bisa bertahan seperti ini, semuanya tidak pasti, ritme hidup saya pun mendadak chaos dengan adanya dia,

Sebenarnya simple, demi kebaikan saya dan dia dan pacarnya-yang sekarang- mungkin memang saya yang harus memberanikan untuk mundur, saya yang harus dengan suka rela, karena saya toh orang asing, bukan siapa siapa kan? 

Masuk tanpa karcis berarti udah harus siap untuk ditendang keluar gerbong, saya –seharusnya-sudah tahu akan resiko itu...

Tapi....

Bahkan untuk berpikir jika saya –pasti-harus kehilangan dia, rasanya saya belum berani, dia terlalu manis untuk saya lepaskan, caranya memanggil saya, menatap saya dan memeluk saya sungguh teramat indah...

Saya belum berani meninggalkan dia....

No comments:

Post a Comment