Kadang yang
namanya –ehem- cinta enggak pakai otak ya, dunia dan pola pikir saya seakan upside down serasa lupa akan semua
prinsip yang dulu saya pegang teguh, dan harga diri pun serasa diobral semurah
mungkin.
Walaupun sebenarnya
saya masih bingung dengan definisi sebenarnya dari rasa yang belakangan
menjajah hati dan pemikiran saya, tapi semua teori akan proses menuju cerita
cinta yang happily ever after rasanya
luluh lantak.
Saat ini saya
menjalani suatu hubungan yang sebenarnya enggak
banget, dibilang tanpa status tapi kita udah lebih dari sayang-sayangan,
dibilang ada komitmen, tapi sebenarnya –ehem- dia masih ada pacar....
Lucu jadinya,
saya dulu menistakan untuk jadi selingkuhan, tapi untuk yang satu ini, rasanya
saya mulai ke tahap ‘membutuhkan’ sehingga entah kenapa, pemikiran saya menjadi
permisif dengan hubungan ini, walau dia bilang bahwa dalam beberapa bulan
kedepan dia akan –mungkin- putus dengan pacarnya, tapi tetap saja kan, saya
adalah selingkuhan dia? Yang dilihat dari sisi manapun tetap saja bukan hal
yang bisa ditolerir, jika diibaratkanmah saya
serasa jadi Raul Lemos diantara KD dan Anang...
Tapi untuk yang
satu ini, rasanya lain, dia seakan dengan gampangnya mendobrak semua pintu hati
saya, bahkan untuk pintu ruangan yang dari dulu sudah saya gembok dengan
teramat sangat erat.
Bahkan pada awalnya saya dengan dia Cuma berniat untuk have fun, seakan saling mengisi kesepian
yang –pada saat itu- sama sama kompak sedang kesepian. Namun semakin kesini
malah kita yang dihave-funkan sama perasaan kita masing masing
Padahal kami sama
sama berpendidikan tinggi dan cukup pintar untuk mengerti kalau tidak akan ada happy ending yang menunggu di depan
sana. Dan sayapun bersikap ‘ya_sudahlah_jalani_saja’,
Saya juga
bukannya senang-senang saja menjadi tokoh antagonis diantara dia dan
pacar-resmi- nya, kadang saya juga takut karma, bagaimana jika suatu saat hal
yang sama terjadi pada saya? Sungguh sakitnya teramat sangat tentunya. Tapi....
rasa ini terlalu indah, bagai ekstasi yang sangat melenakan...
Saya juga harus
menahan pahit dan perih tak terkira ketika saya harus dihadapkan saat saat
dimana dia menceritakan pacarnya, bagaimana labilnya pacarnya, bagaimana gemesin pacarnya, seberapa lucu tingkah laku pacarnya, dan bla bla bla lainnya, sungguh saya ingin marah, rasanya
perasaan saya seperti disayat sayat bambu tajam ketika dia menceritakan tentang
dia, walaupun tidak membanding-bandingkan, tapi serasa ditusuk galah yang
runcing tepat ke ulu hati dengan menyadari bahwa saya bukanlah satu-satunya,
saya bukan prioritas, saya bukan siapa-siapanya resmi dia...
Saya ingin teriak
rasanya, “please, don’t ever mention his
name in front of me again”.
saya ingin marah,
tapi siapa saya?
Beberapa kali
saya bertanya “kamu sayang aku enggak?”, dan
dia menjawab dengan terbata dan ambigu, saya menjadi demanding person secara instant, sebenarnya, saya ingin diakui.... saya
tidak mau seperti ini selamanya, saya ingin memperkenalkan dia ke seluruh
dunia, biar semua orang tahu jika saya ada yang sudah berhasil menaklukkan... bukan
seperti ini...
Saat saya menulis ini, sms masuk, dan dari dia...
Entah kapan bisa
bertahan seperti ini, semuanya tidak pasti, ritme hidup saya pun mendadak chaos dengan adanya dia,
Sebenarnya simple,
demi kebaikan saya dan dia dan pacarnya-yang sekarang- mungkin memang saya yang
harus memberanikan untuk mundur, saya yang harus dengan suka rela, karena saya
toh orang asing, bukan siapa siapa kan?
Masuk tanpa karcis berarti udah harus
siap untuk ditendang keluar gerbong, saya –seharusnya-sudah tahu akan resiko
itu...
Tapi....
Bahkan untuk
berpikir jika saya –pasti-harus kehilangan dia, rasanya saya belum berani, dia
terlalu manis untuk saya lepaskan, caranya memanggil saya, menatap saya dan
memeluk saya sungguh teramat indah...
Saya belum berani
meninggalkan dia....
No comments:
Post a Comment