Sunday, July 22, 2012

Unwilling To Stay, Unable to Go



rasanya menjadi pikiran berbelit juga, saat saya sudah mulai merasa kurang nyaman dengan pekerjaan saya yang sekarang, passion saya dan sense of belonging  saya terhadap perusahaan ini menjadi sangat tipis, jika saya memutar balik pada saat saya pertama masuk disini, rasanya saya begitu excited dengan lingkup kerja dan suasana kerja yang sangat baru, pikiran saya teramat positif dan saya dengan senang hati mengerjakan apa yang diperintahkan atasan, bahkan saya tidak keberatan jika harus menambah jam kerja saya untuk mengerjakan hal-hal yang belum terselesaikan.

Namun kemudian semakin hari, konflik-konflik bermunculan, baik dengan atasan maupun dengan teman sedivisi, awalnya saya masih berusaha positif dengan memberikan sugesti sugesti indah seperti ”saya masih butuh belajar”, ”belum saatnya”, ”masih butuh tempaan” dan lain lain.

Dan, tempaan itu memang berhasil menjadikan saya lebih kuat dan lebih pintar, dan ditambah saya sekarang memaksakan diri saya untuk mengambil kuliah kelas malam, mengenal orang orang baru dan cara pandang yang baru, membuat saya berpikir, apakah tempaan tempaan itu memang akan terus membuat saya semakin kuat dan bersinar atau malah berpeluang membuat saya semakin gepeng dan suram?

Pikiran pikiran tidak positif semakin menghinggapi otak saya, rasanya bagai ditonjok oleh hal yang sama, sehingga rasanya saya mulai teraniaya, impactnya ya sudah pasti kualitas kerja saya menurun, saya mulai sering telat masuk kerja, dari awalnya saya sangat bersemangat dan tidak pernah telat, sekarang saya merasa buat apa saya datang tepat waktu, toh atasan atasan saya juga sering kali telat, dan buat apa saya masuk tepat waktu, dan memberi lebih, rasanya saya dapatnya kurang melulu tokh…

Beberapa teman sering bilang jika saya kurang bersyukur, coba bandingkan dengan orang orang yang kesusahan mencari kerja diluar sana dan harus berpacu dengan tuntutan kebutuhan yang tidak bisa ditunda, sedang kan saya, dari segi pemasukan sudah lebih dari cukup, saya resapi, dan saya kembali bersemangat, tapi kembali ke kantor, menghirup aroma kantor, melihat wajah atasan, menatap progress target dan sistem kerja, membuat saya kembali mual dan muak.

Saya jenuh, jenuh sekali, semangat di pembuluh nadi saya sudah sedemikiannya menipis sehingga sumpah serapah dan keluhan seringkali terlontarkan.

Saya membaca sebuah artikel mengenai tanda tanda seseorang harus resign, mungkin akan saya coba untuk menganalisa dari artikel ini:

Mengeluh
Anda terus menerus mengeluh mengenai pekerjaan. Setiap ada kesempatan, bahkan kepada rekan sekantor yang tidak terlalu akrab, Anda sering berkata betapa menyebalkan dan melelahkannya pekerjaan Anda.

Ya, saya menjadi senang mengeluh, melakukan pekerjaan sesuka hati dan pekerjaan saya walaupun tidak melelahkan, tapi teramat sangat menyebalkan… hari gini, mana mau saya disuruh pulang telat,

Kusut
Wajah segar, rambut menawan, dan pakaian rapi tak pernah lagi terlihat. Anda kerap datang ke kantor dengan wajah yang lesu & penampilan yang kusut. Ini bisa jadi tanda betapa pekerjaan telah membuat Anda tak bahagia.

Sangat kusut, muka saya ditekuk setiap pagi saya memasuki kantor, bahkan saya sering lupa untuk merapikan rambut, saya tidak peduli penampilan saya

Hilang Konsentrasi
Di tengah-tengah rapat penting Anda asyik menghayal. Bukannya mengerjakan pekerjaan yang sudah dekat deadline, Anda malah seru ngerumpi dengan teman.

Bahkan ketika meeting internal, saya merasa tidak nyaman, rasanya seperti diadili,

Mandek
Selama bertahun-tahun, Anda terus melakukan pekerjaan yang sama. Kemampuan Anda yang luar biasa tidak dimanfaatkan oleh perusahaan dengan maksimal. Jika merasa ada tempat yang bisa mengakomodir kemampuan Anda, sudah waktunya untuk resign.

Yang ini sudah pasti.... saya punya banyak bakat, dan disini saya tidak bisa memanfaatkan bakat saya...

Cari Kerja
Waktu di kantor biasanya dihabiskan untuk browsing situs pencarian kerja. Anda juga sering mengirim email lamaran kerja. Kalau sudah begini, lebih baik mantapkan diri untuk pindah. Karena di kantor yang sekarang, Anda sudah tak produktif bekerja.

Selama 1,5 tahun lebih saya disini, saya sudah ikut interview pekerjaan lebih dari 5 kali... semua peluang saya sambar, bahkan saya sekarang sedang menanti tahap lanjutan interview,

Bertikai
Berselisih paham dengan rekan kerja adalah hal yang biasa. Tapi jika terus menerus bertikai sampai membuat Anda kehilangan kontrol dan mengganggu konsentrasi kerja, Anda bisa mulai mencari-cari tempat kerja yang lebih menyenangkan.

Saya sudah teramat sering menahan perasaan saya, berusaha tersenyum didepan dia sedangkan rasanya ingin saya injak injak muka dia, konflik-konflik lain juga mulai bermunculan dengan teman sejawat, dan saya mulai mengerti jika lebih baik memiliki teman dekat yang tidak sekantor, dan membatasi pergaulan di kantor sebatas teman kerja, ketika ada perselisihan batas antara profesionalisme dan kepentingan perasaan pribadi menjadi berbenturan.... noted



Dari semua tanda tanda tersebut sebenarnya saya memang sudah sangat tidak nyaman berada disini, namun kembali ke keadaan, saya masih harus bersabar, saya tidak boleh langsung pergi dengan tidak ada tujuan yang sudah pasti. Semua tindakan harus saya pikirkan dalam keadaan yang tenang dan tidak dalam keadaan emosi yang tinggi.

dan satu hal yang pasti, saya tinggal menghitung waktu berada disini...




Pranala luar:

Tuesday, July 17, 2012

What am I to you?


Ini sakit.... Rasanya sakit, teramat sakit... Saya yakin, semua manusia memang memiliki kodrat sebagai mahkluk yang monogamis, yang namanya hati cuma ada satu, mustahil dikoyak dan dan dibagi-pecahkan menjadi beberapa bagian sama rata...

Saat saya menikmati waktu berdua dengan dia, menatap wajahnya sepuasnya, menggenggam tangannya dan merengkuhnya kedalam pelukan saya, tiba tiba HPnya berdering... Ah, dari pacarnya...

Untuk setengah jam kemudian saya berusaha memusatkan fokus saya di BB saya, mengajak beberapa teman sekaligus yang bisa saya ajak untuk bercakap cakap, setidaknya saya berusaha sibuk dan mencoba untuk tidak mendengarkan apa yag dia bicarakan dengan seseorang disana...

Dan saya merasa tidak ada... Tidak ada harganya...

Dan mereka saling menelepon selama setengah jam lebih...

Waktu berjalan teramat lambat, dada saya sesak, bergemuruh dan ekspresi muka saya membatu...

Ternyata ini sakit...

Saya berusaha dengan teramat keras untuk tidak meledak, emosi rasanya sudah sangat menggumpal semakin lebar memenuhi pembuluh darah saya dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Walaupun dia masih memegang pundak saya dengan lembut saat menelepon... Dia masih mengusap rambut saya... Belum bisa meredakan rasa sakit yang bergema di ruang otak saya yang tiba tiba kosong....

Dia masih berbicara sangat mesra dengan lelaki itu... Dan menghadiahinya dengan ciuman jarak jauh yang hangat..

Bukan seperti ini.... Saya tidak mau seperti ini, saya mau dia seutuhnya, bukan untuk dibagi, dengan orang itu, maupun yg lainnya...

Pikir saya berontak, semuanya semakin blur... Saya bingung, siapa yang salah? Siapa yang sebenarnya jahat? Dia? Pacarnya? Atau saya?

Malam ini seharusnya bisa kita lewatkan dengan hangat... Tapi berubah menjadi sangat dingin...

Setelah setengah jam yang teramat panjang, akhirnya mereka menyudahi pembicaraannya...

Dia menatap saya dalam, memohon maaf... Ekspresi saya masih membatu, bukan saya jika bisa menyembunyikan perasaan, aura wajah saya sangat berbicara....

Dengan bergetar, saya berbisik... Saya mengajukan perjanjian kepadanya...
Jika sedang bersama saya, saya tidak mau mendengar dia menyebut nama lelaki itu, menceritakan hal se kecil apapun tentang dia... Dan jika sedang bersama dia saya tidak mau dia menghiraukan dan mengangkat telepon yg masuk dari lelaki itu...

Saya sudah siap untuk meninggalkan dia saat itu juga jika perjanjian ini tidak dia setujui...

Saya sudah siap meledak...

Dan dia setuju... Dia sepakat untuk mencoba...

Dan malam ini tidak sehangat seharusnya....

Monday, July 16, 2012

Saya belum berani meninggalkan dia....


Kadang yang namanya –ehem- cinta enggak pakai otak ya, dunia dan pola pikir saya seakan upside down serasa lupa akan semua prinsip yang dulu saya pegang teguh, dan harga diri pun serasa diobral semurah mungkin.

Walaupun sebenarnya saya masih bingung dengan definisi sebenarnya dari rasa yang belakangan menjajah hati dan pemikiran saya, tapi semua teori akan proses menuju cerita cinta yang happily ever after rasanya luluh lantak.

Saat ini saya menjalani suatu hubungan yang sebenarnya enggak banget, dibilang tanpa status tapi kita udah lebih dari sayang-sayangan, dibilang ada komitmen, tapi sebenarnya –ehem- dia masih ada pacar....

Lucu jadinya, saya dulu menistakan untuk jadi selingkuhan, tapi untuk yang satu ini, rasanya saya mulai ke tahap ‘membutuhkan’ sehingga entah kenapa, pemikiran saya menjadi permisif dengan hubungan ini, walau dia bilang bahwa dalam beberapa bulan kedepan dia akan –mungkin- putus dengan pacarnya, tapi tetap saja kan, saya adalah selingkuhan dia? Yang dilihat dari sisi manapun tetap saja bukan hal yang bisa ditolerir, jika diibaratkanmah saya serasa jadi Raul Lemos diantara KD dan Anang...

Tapi untuk yang satu ini, rasanya lain, dia seakan dengan gampangnya mendobrak semua pintu hati saya, bahkan untuk pintu ruangan yang dari dulu sudah saya gembok dengan teramat sangat erat. 

Bahkan pada awalnya saya dengan dia Cuma berniat untuk have fun, seakan saling mengisi kesepian yang –pada saat itu- sama sama kompak sedang kesepian. Namun semakin kesini malah kita yang dihave-funkan  sama perasaan kita masing masing

Padahal kami sama sama berpendidikan tinggi dan cukup pintar untuk mengerti kalau tidak akan ada happy ending yang menunggu di depan sana. Dan sayapun bersikap ‘ya_sudahlah_jalani_saja’,

Saya juga bukannya senang-senang saja menjadi tokoh antagonis diantara dia dan pacar-resmi- nya, kadang saya juga takut karma, bagaimana jika suatu saat hal yang sama terjadi pada saya? Sungguh sakitnya teramat sangat tentunya. Tapi.... rasa ini terlalu indah, bagai ekstasi yang sangat melenakan...

Saya juga harus menahan pahit dan perih tak terkira ketika saya harus dihadapkan saat saat dimana dia menceritakan pacarnya, bagaimana labilnya pacarnya, bagaimana gemesin pacarnya, seberapa lucu tingkah laku pacarnya, dan bla bla bla  lainnya, sungguh saya ingin marah, rasanya perasaan saya seperti disayat sayat bambu tajam ketika dia menceritakan tentang dia, walaupun tidak membanding-bandingkan, tapi serasa ditusuk galah yang runcing tepat ke ulu hati dengan menyadari bahwa saya bukanlah satu-satunya, saya bukan prioritas, saya bukan siapa-siapanya resmi dia...

Saya ingin teriak rasanya, “please, don’t ever mention his name in front of me again”.

saya ingin marah, tapi siapa saya?

Beberapa kali saya bertanya “kamu sayang aku enggak?”, dan dia menjawab dengan terbata dan ambigu, saya menjadi demanding person secara instant, sebenarnya, saya ingin diakui.... saya tidak mau seperti ini selamanya, saya ingin memperkenalkan dia ke seluruh dunia, biar semua orang tahu jika saya ada yang sudah berhasil menaklukkan... bukan seperti ini...

Saat saya menulis ini, sms masuk, dan dari dia...

Entah kapan bisa bertahan seperti ini, semuanya tidak pasti, ritme hidup saya pun mendadak chaos dengan adanya dia,

Sebenarnya simple, demi kebaikan saya dan dia dan pacarnya-yang sekarang- mungkin memang saya yang harus memberanikan untuk mundur, saya yang harus dengan suka rela, karena saya toh orang asing, bukan siapa siapa kan? 

Masuk tanpa karcis berarti udah harus siap untuk ditendang keluar gerbong, saya –seharusnya-sudah tahu akan resiko itu...

Tapi....

Bahkan untuk berpikir jika saya –pasti-harus kehilangan dia, rasanya saya belum berani, dia terlalu manis untuk saya lepaskan, caranya memanggil saya, menatap saya dan memeluk saya sungguh teramat indah...

Saya belum berani meninggalkan dia....

Tuesday, July 3, 2012

Hidup saya warna warni loh....


Jika diibaratkan warna.... rasanya warni hidup saya hari ini adalah ungu yang bersemu pink, kenapa ungu? Karena ungu diibaratkan sebagai warna yang misterius dan penuh tanda tanya, itulah saya, kadang rasanya semua pikiran saya habis baterenya Cuma untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan random yang muncul tiba tiba, dan dari jawaban jawaban yang saya coba untuk lontarkan malah menambah pertanyaan-pertanyaan baru yang semakin mengakar kemana mana.....

Tapi kok ada pink nya? Nah, pink itu sering disimbolkan sebagai warna yang ada hubungannya dengan cinta cintaan, kalo dibilang saya sedang jauh cinta, ah saya ndak berani terlulu berharap jauh, sehingga saya sekarang lebih milih untuk ikut dengan arus saja, go with the flow ceritanya, walaupun masih ada ajah takut takut kebawa arus dan tenggelam hahahha

Kalau bicara proses, saya kok udah agak mumet dengan yang namanya proses, memang hidup saya saya rancang dengan setting goal yang jelas dan cara cara bagai mana saya melakukan proses untuk mencapai goal goal tersebut, tapi rasanya belakangan ini proses proses itu mulai menjemukan, rasanya sedikit lelah, waktu untuk diri saya sendiri agak terabaikan, saya jadi tidak punya waktu untuk beberapa hal yang dulu sangat senang saya lakukan.

Seperti menulis ini, saya senang menulis, tapi karena settingan jadwal yang saya buat seketat mungkin malah sering terlupakan hobi saya yang satu ini.

Selain itu, karena setting goal yang agak banyak, membuat saya susah fokus di satu goal saja, perhatian saya mau tak mau akan terpecah antara kerja-kuliah-les-gym-cinta2an, dan impactnya malah hasilnya beberapa hal belum bisa maksimal, prestasi kerja saya juga menurun, dan atasan saya menilai saya terlalu banyak pikiran, sehingga kecerobohan-kecerobohan mulai sering nongol di hasil kerja saya....

Haduh apa management waktu saya belum benar ya?